Dalam penulisan cerpen, penulis umumnya menggunakan sudut pandang sebagai cara untuk menyampaikan ceritanya.
Peran sudut pandang cukup dominan karena menentukan jalannya cerita. Selain itu, dengan menggunakan sudut pandang, penulis secara tidak langsung sudah menghidupkan cerita tersebut dan membuat pembaca lebih mudah memahami isi cerita.
Terdapat tiga jenis sudut pandang yaitu sudut pandang orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Ketika menggunakan sudut pandang orang pertama, penulis biasanya menggunakan kata aku atau saya sehingga seolah-olah penulis terlibat dalam cerita dan bertindak sebagai tokoh cerita.
Pada artikel ini, akan dibahas lebih mendalam mengenai jenis serta contoh sudut pandang orang pertama yang bisa dipelajari. Bila Anda ingin mengetahuinya, simak ulasannya di bawah ini.
Jenis dan Contoh Sudut Pandang Orang Pertama
Jenis sudut pandang ini terbagi menjadi dua macam yaitu sudut pandang orang pertama pelaku utama dan pelaku utama. Untuk lebih jelasnya, simak pembahasan beserta contohnya di bawah ini.
1. Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama
Ini merupakan jenis sudut pandang dimana penulis seolah-olah masuk ke dalam cerita sebagai tokoh utama/tokoh sentral dalam cerita.
Contoh 1
Aku masih menunggu di halte bus ini. Sudah hampir setengah jam bus yang kutunggu tak kunjung datang juga. Satu persatu orang-orang yang menunggu bersamaku mulai pergi seiring hadirnya bus yang mereka tuju. Setengah jam sudah berlalu, bus yang kutuju masih saja tak kunjung tiba. Hujan pun turun, dan aku masih menunggu di halte ini.
Contoh 2
Pagi ini begitu cerah hingga mampu mengubah suasana jiwaku yang tadinya penat karena setumpuk tugas yang masih terbengkalai menjadi sedikit meringankan. Namun, aku harus segera bangkit dari tidurku dan bergegas mandi karena pagi ini aku harus meluncur ke Kedubes Australia untuk mengumpulkan berita yang harus segera aku laporkan hari ini juga.
Contoh 3
Bila dunia melihat milenial sebagai generasi gagal, itu tidak salah. Hal-hal dasar seperti membuka kaleng sarden, mengemas barang, menyalakan bara api; mereka kesusahan.
Belum lagi social anxiety, baperan, insomnia dini; semuanya diborong. Yang paling dibenci generasi sebelumnya, tentu, manajemen waktu yang buruk. Aku bagian dari generasi ini.
Pagi ini matahari cerah, ruangan kosan terasa lebih hangat bangun. Sinar matahari tidak benar-benar masuk karena terhalang gedung Gandaria 8 Tower.
Alarm berbunyi sejak pukul enam namun sejam kemudian baru bangkit.
Masuk kantor jam delapan. Jarak ke kantor bisa ditempuh dalam waktu 12 menit saja. Diawali dengan berjalan kaki dari Jalan Pandan menyebrang ke jalan Gandaria II.
Lalu, belok kiri ke Gandaria Tengah II dan tibalah di tujuan. Harusnya bisa masuk tepat jam delapan, kenyataanya tidak. Dasar millennial.
Setelah itu bukannya langsung bekerja malah sibuk buka sosial media.
Butuh asupan motivasi, itu yang terbersit. Rale L, hanya itu nama yang masih kental di memori. Menyesal tak kuminta nomor ponselnya.
Pulang kerja larut malam jum’at pekan lalu tidak pernah semenyenangkan itu. Jalanan di depan Menara BTN tidak begitu ramai.
Tanganku melambai kepada dua taksi yang melintas, keduanya lewat begitu saja. Lalu, taxi ketiga melambat dan berhenti ke sisi jalan tempat ku berdiri menunggu.
Satu langkah turun dari trotoar langsung mengantarkanku di depan pintu belakang.
Ku masuk dan mobil pun melaju di kawasan Harmoni. Punggung ini sudah terbebas dari tas ransel berisi laptop berat. Lega rasanya.
2. Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Sampingan
Ini merupakan jenis sudut pandang dimana tokoh "aku" hanya berperan sebagai saksi dari rangkaian peristiwa yang dialami tokoh utama.
Contoh 1
Aku iri pada Angga, dia sahabatku, sekaligus orang yang kuanggap rival. Ia selalu lebih dilihat daripada aku. Terkadang aku merasa benci dengannya, tapi ia juga selalu membantuku dalam segala hal. Terlebih kemarin, saat pentas seni. Aku melihatnya bersama Anita, gadis yang kusukai. Aku tak tahu harus mengalah lagi atau tidak. Aku menginginkan Anita, aku rasa dia juga mempunyai perasaan yang sama. Aku tidak menyalahkannya menyukai Anita, karena akupun tak pernah bercerita padanya bahwa aku menyukai Anita. Tapi mengapa setiap hal yang kusukai selalu saja ia sukai juga?
Contoh 2
Aku hanya bisa terdiam melihatnya terbaring di bangkar rumah sakit kelas III ini. Sungguh aku tak memiliki hubungan apa-apa dengannya hanya sebatas teman satu kantor.
Hanya saja pagi ini aku melihatnya terkapar di jalan menjadi korban tabrak lari. Kebetulan aku sedang berjalan menuju kantor.
Aku segera memintakan izin ke kantor bahwa Ia tak bisa masuk hari ini karena kecelakaan. Sementara aku diminta oleh atasannya untuk menjaganya hingga keluarganya datang untuk menemani.
Kasian memang, ia hidup sendiri di kota ini. Sementara keluarganya hidup di kampung di kota sebelah.
Contoh 3
Iri yang kurasakan terhadap Aisah sungguh tak tertahan lagi.
Kupotong aja pembicaraannya dengan Bu Titin karena ku rasa semua orang berhak mendapatkan perlakuan dan kasih sayang yang sama dari seorang guru.
Sungguh dunia tidak adil. Aisah selalu langsung ditunjuk oleh semua guru untuk mengungkapkan pendapatnya di kelas sementara aku harus selalu mengacungkan tangan terlebih dahulu.
Yang paling membuatku kesal adalah saat upacara hari Senin. Saat sang petugas pemimpin paduan suara tidak masuk, semua orang selalu langsung menunjuk Aisah sebagai pengganti.
Padahal setahuku, Aisah tidak selalu hadir saat latihan paduan suara.
Belum lagi dalam antrian wudhu saat mau sholat dzuhur, Aisah selalu didahulukan oleh para adik kelas yang melihatnya sedang berada di antrian.
Padahal Ia sudah bersikeras tidak mau didahulukan namun para adik kelas bersikeras. Meski tak enak, Ia pun akhirnya wudhu terlebih dahulu.
Sementara itu, aku berada di bagian belakang antrian deg-degan mau sholat tapi takut kelas sudah mau dimulai.