Memaknai kisah Nabi Ismail AS singkat pun sudah memuat beragam nilai. Nabi Ibrahim AS selaku ayah dari Nabi Ismail AS pun harus menghadapi cobaan yang pada akhirnya bermanfaat bagi setiap muslim.
Nabi Ibrahim AS adalah nabi yang memiliki julukan ‘kekasih Allah SWT’. Rintangan dan ujian yang ia alami bersama istrinya, Siti Hajar memiliki nilai teladan yang dapat dicontoh dalam kehidupan saat ini.
Berkaitan dengan kisah keduanya, menarik memahami salah satunya yang berkaitan dengan Nabi Ismail AS. Untuk itu, simak uraian tentang kisah Nabi Ismail singkat berikut ini.
Kisah Nabi Ismail AS Singkat tentang Qurban
Nabi Ibrahim dan Siti Hajar diberikan karunia seorang putra yang sangat diimpikannya sejak lama. Namun kehadiran Ismail juga disertai cobaan dari Allah SWT sebagai bentuk kasih sayang-Nya.
Pada suatu ketika, Nabi Ibrahim AS berminimpi menyembelih dan menjadikan putra kesayangannya itu qurban. Saat itu, Nabi Ismail AS telah tumbuh menjadi anak yang bertanggung jawab dan berusia 7 tahun.
Nabi Ibrahim AS pun bingung menyikapi mimpi itu dan tidak lantas membenarkan. Ibrahim AS pun meminta petunjuk Allah SWT atas kebenaran mimpi tersebut.
Ternyata Ibrahim AS juga mengalami mimpi yang sama di malam kedua. Kemudian, pada malam ketiga, Ibrahim AS juga bermimpi hal yang sama.
Setelah itu, Nabi Ibrahim AS pun yakin mimpi ini dari Allah SWT dan harus dilaksanakan. Kemudian Nabi Ibrahim AS pun menyampaikan hal ini ke Nabi Ismail AS yang masih sangat belia.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى
Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sungguh aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’” (Surat As-Saffat ayat 102).
Mendengar berita tersebut, Ismail pun bersikap tenang dan tegas. Ismail memahaminya dan merespon dengan jawaban sebagai berikut:
قَالَ ياأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: “Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.’” (Surat As-Saffat ayat 102).
Nabi Ibrahim AS dan Ismail pun melakukan hal yang menjadi ketetapannya. Hati Nabi Ibrahim AS sangat sedih dan raut wajahnya penuh air mata. Namun Nabi Ibrahim AS tetap akan melaksanakan perintah Allah SWT.
Akhirnya, Nabi Ibrahim AS pun membawa Ismail ke Mina dan membaringkannya. Ketika Nabi Ibrahim AS terlihat bersedih, Ismail pun mengatakan dengan keikhlasannya yakni sebagai berikut:
يا أبت اشدد رباطى حتى لا اضطرب، واكفف عنى ثيابك حتى لا يتناثر عليها شئ من دمى فتراه أمى فتحزن، وأسرع مرّ السكين على حلقى ليكون أهون للموت على، فإذا أتيت أمى فاقرأ عليها السلام منى
Artinya: “Wahai ayahku! Kencangkanlah ikatanku agar aku tidak lagi bergerak, singsingkanlah bajumu agar darahku tidak mengotori, dan (jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya ia akan bersedih, percepatlah gerakan pisau itu dari leherku, agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu sangat dahsyat. Apabila engkau telah kembali maka sampaikanlah salam (kasih)ku kepadanya.” (Syekh Muhammad Sayyid Ath-Thanthawi, Tafsir Al-Wasith, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M], halaman 3582).
Atas perkataan Ismail, Nabi Ibrahim pun menjawab, “Sungguh, sebaik-baiknya pertolongan adalah engkau wahai anakku dalam menjalankan perintah Allah,” (Imam Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Kutub: 2000 M], juz XXVI, halaman 138).
Nabi Ibrahim pun mencium anaknya dengan penuh air mata dan mengambil pisau untuk menyembelihnya. Setelah itu, pisau tersebut diletakkan ke leher Ismail. Namun ketika akan dipotong, pisau itu tidak dapat melukai Ismail.
Ismail pun mengatakan kepada ibrahim yakni sebagai berikut:
“Wahai ayahku! Palingkanlah wajahku hingga tak terlihat olehmu! Karena sungguh, jika melihat wajahku, engkau akan selalu merasa iba. Perasaan iba itu dapat menghalangi kita untuk melaksanakan perintah Allah. Apalagi di depan mataku terlihat kilatan pisau yang sangat tajam, tentu membuatku ketakutan.” (Syekh Abu Ishaq bin Ibrahim Ats-Tsa’labi, Tafsir Ats-Tsa’labi, [Beirut, Darul Ihya’: 2002 M], halaman 1901).
Namun pisau itu tetap tidak dapat melukai Ismail dan Allah SWT pun menjawab kebingungan itu dalam Surat As-Saffat ayat 104-108:
“Lalu Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,” (Surat As-Saffat ayat 104-108).
Tiba-tiba Nabi Ibrahim justru melihat seekor kambing. Allah SWT tidak menghendaki penyembelihan itu terjadi. Hingga kini, momen tersebut menjadi perintah qurban hewan di Hari Raya Idul Adha setiap tahunnya.
Demikian uraian kisah Nabi Ismail singkat. Nilai yang dapat dipetik adalah seorang muslim hendaknya melaksanakan perintah Allah SWT apapun keadannya.