10 Cerpen Horor yang Mengerikan dan Bikin Merinding untuk Dibaca

Pexels
Cerpen Horor yang Mengerikan
Penulis: Ghina Aulia
Editor: Safrezi
22/5/2025, 10.34 WIB

Cerita pendek horor banyak dijadikan pilihan bacaan karena mampu membangkitkan ketegangan dalam waktu singkat. Karya-karya ini tersedia luas, baik dalam bentuk cetak maupun digital.

Cerita horor digemari karena menyuguhkan pengalaman membaca yang menegangkan dan memicu rasa penasaran. Unsur kejutan dan alur yang sulit ditebak membuatnya terasa seru.

Selain itu, pembaca sering merasa terlibat secara emosional dalam cerita yang penuh misteri. Kombinasi ini menjadikan genre horor tetap relevan dan menarik.

Membaca horor tidak hanya menghibur, tapi juga melatih imajinasi dan keberanian. Cerita jenis ini sering mengandung pesan tersembunyi yang bisa memicu refleksi diri.

Pada tulisan ini, kami akan menyajikan kumpulan cerpen horor yang mengerikan dengan berbagai alur cerita yang dapat membangunan bulu kuduk Anda. Meski singkat, cerita-cerita di bawah ini akan mengulik sisi ‘mengerikan’ dengan ciamik. Berikut lengkapnya.

Kumpulan Cerpen Horor

1. Kamar Nomor 303

Malam itu hujan turun deras. Angin menggoyangkan jendela-jendela tua Hotel Mawar yang sudah berdiri sejak zaman kolonial. Nadia, seorang mahasiswa tingkat akhir, sedang dalam perjalanan pulang kampung dan memutuskan untuk menginap semalam di hotel itu karena jalanan terendam banjir.

Hotel itu sepi. Hanya ada satu resepsionis tua yang menyambutnya dengan senyum hambar.

"Selamat malam. Kamar yang tersisa hanya nomor 303. Mau, Nona?"

Nadia mengangguk, meski merasa ada sesuatu yang aneh pada ekspresi pria itu.

Kamar 303 berada di lantai tiga, paling ujung koridor. Lorong itu gelap, hanya satu lampu yang berkedip-kedip. Saat membuka pintu, aroma lembap dan pengap langsung menyergap. Kamar itu tampak biasa, tapi udara terasa berat.

Sekitar pukul dua pagi, Nadia terbangun karena suara ketukan pelan dari lemari pakaian. Ia mengira hanya mimpi dan mencoba tidur lagi. Tapi ketukan itu kembali terdengar, kali ini lebih keras.

Tok... tok... tok...

Dengan jantung berdegup kencang, ia bangkit dan berjalan perlahan ke arah lemari.

"Siapa di sana?" tanyanya pelan.

Tak ada jawaban. Tapi saat ia membuka lemari, tak ada siapa-siapa. Ia menutupnya kembali dan duduk di ranjang. Detik berikutnya, cermin kamar tiba-tiba retak, seperti dihantam dari dalam. Nadia menjerit dan segera menelepon resepsionis.

Beberapa menit kemudian, resepsionis datang dengan ekspresi datar.

“Kau buka lemari itu?” tanyanya dengan suara dingin.

“Iya… ada suara ketukan,” jawab Nadia gemetar.

Laki-laki itu menarik napas panjang. “Seharusnya jangan. Kamar itu disegel dulu karena… penghuni sebelumnya tak pernah keluar.”

“Apa maksud Anda?”

“Gadis muda, sepertimu juga. Ia menginap di sini dua tahun lalu. Pagi harinya, ia hilang. Yang ditemukan hanya darah di dalam lemari.”

Tiba-tiba, suara ketukan kembali terdengar. Kali ini dari balik lemari yang telah ditutup kembali. Resepsionis menatap Nadia dengan serius.

“Kita harus pergi sekarang.”

Tapi saat mereka hendak membuka pintu kamar, gagangnya bergerak sendiri. Kunci berputar. Pintu itu terkunci dari luar. Dan suara dari dalam lemari berkata lirih,

"Kamu sudah menggantikanku... sekarang giliranmu di sini..."

2. Penumpang Terakhir

Reza adalah sopir bus malam jurusan Bandung–Solo. Malam itu, hanya tersisa satu penumpang—seorang perempuan muda berjilbab yang duduk di bangku paling belakang.

“Turun di mana, Mbak?” tanya Reza sambil melihat dari kaca spion.
“Di depan jembatan tua, Pak,” jawab perempuan itu dengan suara pelan.

Beberapa jam berlalu, penumpang lain sudah turun satu per satu. Tinggal gadis itu. Saat bus melintasi jembatan tua yang dimaksud, Reza melambatkan laju bus. Tapi ia tak melihat penumpangnya turun.

Ia menoleh ke belakang. Bangku kosong.

“Lho... tadi katanya turun di sini?”

Ia turun dan memeriksa sekitar, tetapi tak menemukan siapa-siapa. Rasa tidak enak mulai mengusik. Reza kembali ke dalam bus dan menyalakan mesin. Saat ia menatap spion, gadis itu duduk tepat di belakangnya.

“Tadi saya bilang, turunnya setelah azan subuh, Pak.”

Reza kaget. Ia sadar, jam tangannya mati sejak melintasi jembatan. Ia melirik ke luar—matahari belum tampak. Lalu tiba-tiba terdengar suara azan, dan gadis itu hilang begitu saja.

3. Cermin Warisan

Dina mendapatkan warisan dari neneknya—sebuah cermin antik berukir kayu. Ia menaruhnya di kamar, tanpa berpikir apa-apa. Namun sejak itu, ia sering merasa diawasi.

Suatu malam, saat menyisir rambut, ia melihat bayangan perempuan tua berdiri di belakangnya. Tapi saat menoleh, tak ada siapa pun.

“Mungkin cuma lelah,” gumamnya.

Beberapa hari kemudian, ia melihat pantulan dirinya di cermin bergerak sendiri. Bayangannya tersenyum saat ia tidak tersenyum.

“Kenapa kamu nggak ikut aku saja?” bisik suara di telinganya.

Cermin itu mulai menunjukkan kenangan-kenangan kelam—tangisan ibunya, jeritan sang nenek, dan darah. Dina ingin membuang cermin itu, tapi tak bisa mengangkatnya. Cermin itu menempel pada dinding, seakan hidup.

Saat akhirnya memanggil paranormal, sang dukun hanya berkata:

“Cermin ini bukan warisan... tapi jebakan.”

Dan malam itu, cermin pecah sendiri. Tapi pantulan Dina tetap berdiri di dalamnya—tersenyum lebar—walau tubuh aslinya sudah jatuh tak bernyawa.

4. Rumah di Belakang Makam

Sekelompok mahasiswa menyewa rumah murah dekat kampus. Di belakang rumah, ada kuburan lama yang konon sudah tak dipakai.

“Anggap aja tetangganya tenang-tenang,” kata Rio sambil bercanda.

Tapi setiap malam, salah satu dari mereka, Dita, mendengar suara orang menangis dari dapur. Ia mencoba mengabaikannya—sampai suatu malam ia melihat sesosok perempuan duduk di meja makan sambil menangis.

"Kenapa kamu menangis?" tanya Dita dengan suara lirih.

"Karena... aku dikubur tanpa nama..." jawabnya, lalu menghilang.

Sejak itu, satu per satu penghuni rumah mulai sakit dan ketakutan. Mereka mencoba pindah, tapi rumah itu tak bisa ditinggalkan. Mobil mogok, pintu terkunci sendiri, dan telepon tak bisa digunakan.

Seorang warga sekitar akhirnya berkata, “Rumah itu dibangun di atas makam. Ada satu jasad yang tak pernah ditemukan.”

Malam berikutnya, Dita menggali tanah di belakang rumah dan menemukan tulang-belulang. Ia menguburkannya dengan layak, berdoa pelan. Sejak itu, rumah kembali tenang. Tapi Dita mulai bermimpi menjadi wanita itu, terjebak dalam liang lahat… tak bisa bangun.

5. Surat dari Bawah Tanah

Adit menemukan kotak besi terkubur di halaman rumah barunya. Di dalamnya ada tumpukan surat lusuh. Semuanya ditujukan kepada seorang anak bernama Arman.

Salah satu surat berbunyi:

"Arman, jangan buka pintu itu. Ibu sudah menunggu di dalam, tapi itu bukan ibu sebenarnya."

Adit penasaran dan bertanya pada tetangga sekitar. Mereka hanya berkata, “Rumah itu pernah terbakar. Anak kecil di dalamnya hilang.”

Setelah membaca seluruh surat, Adit mulai mendengar suara anak kecil menangis di loteng. Ia naik dan melihat pintu kecil di dinding kayu—terkunci rapat. Tapi malamnya, pintu itu terbuka sendiri.

“Arman... kamu mau main?” suara lirih menyapanya.

Pagi harinya, Adit hilang. Polisi hanya menemukan tumpukan surat berserakan dan pintu kecil yang terbuka menganga. Di dinding, ada coretan baru,

"Sekarang giliran Adit."

6. Kursi di Tengah Jalan

Di sebuah desa, ada jalan kecil yang dikenal sebagai “Jalan Sunyi.” Di tengah jalan itu, selalu ada sebuah kursi kayu tua. Warga dilarang menyentuh atau memindahkannya.

“Kalau kursi itu dipindah, yang duduk akan datang mencarimu,” kata warga.

Namun, suatu malam, seorang pemuda bernama Seno iseng memindahkannya ke pinggir jalan. Ia merasa itu hanya mitos.

Malam itu, ia terbangun karena suara ketukan di jendela.

Tok... tok... tok...

Dari celah tirai, ia melihat kursi itu kembali berada di tengah jalan. Tapi kali ini, ada seseorang duduk di atasnya—memakai topi lebar, wajah tertutup bayangan.

“Balikin… tempat dudukku…” suara berat itu terdengar di telinga Seno, meski tak ada siapa-siapa di dalam kamar.

Esok harinya, kursi itu tetap ada di jalan. Tapi Seno menghilang. Warga hanya menemukan topinya tergeletak di atas kursi, basah oleh embun pagi.

7. Jam 3:33

Nita selalu terbangun pukul 03:33 pagi. Awalnya ia kira hanya kebetulan. Tapi ini terjadi setiap malam, selama dua minggu.

Saat membuka mata, ia selalu mendapati bayangan hitam berdiri di pojok kamar. Tak bergerak, hanya menatapnya.

Akhirnya ia merekam malam harinya. Pukul 03:33, kamera menangkap sesuatu: sosok perempuan merayap dari langit-langit.

“Kenapa kamu merekamku?” bisik suara yang sangat dekat, saat ia menonton rekaman itu.

Nita menjerit. Tapi ketika ia menghubungi teman atau polisi, semua mengira ia halusinasi. Sampai akhirnya ia menulis di dinding dengan darah:

"Aku ikut jamnya, bukan kamunya."Dan sejak itu, siapa pun yang memiliki jam digital di rumahnya… akan terbangun tepat pukul 3:33.

8. Penjaga Sumur Tua

Di belakang sekolah tua, ada sumur yang ditutup pagar besi. Para guru selalu memperingatkan murid untuk tidak mendekat.

Namun suatu hari, Fikri dan teman-temannya nekat membuka pagar dan melongok ke dalam sumur. Mereka melempar batu, lalu mendengar suara tawa kecil.

“Kalian udah bangunin dia,” kata seorang penjaga sekolah dengan panik.

Malam harinya, Fikri bermimpi ditarik ke dalam sumur. Ia melihat banyak tangan keluar dari air hitam, menarik-narik tubuhnya. Saat terbangun, kakinya basah dan bau tanah.

Keesokan harinya, salah satu temannya hilang. Lalu satu lagi. Dan satu lagi.

Fikri pergi ke sumur dan berkata, “Ambil aku saja. Lepaskan mereka.”

Tapi suara dari dalam sumur menjawab:

“Kamu sudah bukan milikmu lagi sejak kamu menatapku.”

9. Boneka Penjaga Jendela

Tika menerima hadiah ulang tahun dari seorang kerabat—boneka porselen berpakaian merah, bermata besar. Ia meletakkannya di jendela kamar.

Setiap malam, boneka itu berpindah tempat. Kadang di meja. Kadang di lantai. Kadang tepat di sisi ranjangnya.

“Aku cuma jagain kamu,” bisik suara kecil saat lampu kamar padam.

Tika menyembunyikan boneka itu di lemari. Tapi keesokan paginya, boneka itu kembali duduk di jendela, menatap keluar.

Akhirnya ia membuang boneka itu ke sungai. Namun seminggu kemudian, saat membuka jendela… boneka itu duduk di luar, basah kuyup, menatap ke dalam.

Dan malam itu, Tika menghilang. Di kamarnya hanya tertinggal satu boneka baru—dengan rambut yang sama seperti milik Tika.

10. Suara di Toilet Kosong

Resti bekerja lembur di kantor hingga larut malam. Saat ingin ke toilet wanita di lantai tiga, ia menyadari tak ada siapa pun di sana. Namun dari salah satu bilik, terdengar suara keran dan isakan pelan.

“Halo? Ada orang?”

Tak ada jawaban. Ia mengintip ke bawah pintu bilik—tak ada kaki.

Saat hendak pergi, semua pintu toilet terbuka serentak. Cermin pecah. Dan di dinding tertulis dengan darah:

"Jangan abaikan aku lagi."

Resti lari ke bawah dan bertanya pada satpam.

“Toilet lantai tiga udah dikunci dari tahun lalu, Mbak. Ada karyawan yang bunuh diri di sana.”

Dan sejak malam itu, Resti tak pernah kembali ke kantor. Karena setiap kali ia melewati gedung itu... suara dari lantai tiga selalu memanggil:

“Kita belum selesai.”

Itulah kumpulan cerpen horor yang mengerikan dan bisa dibaca sebagai hiburan untuk mengisi waktu luang. Meski bersifat cenderung mengerikan, tulisan horor menjadi referensi sebagian orang. Selamat membaca.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.