Presiden Joko Widodo sempat menyebut hal berbeda. “Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi, sudah saya putuskan kereta cepat tidak gunakan APBN. Tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan B to B, bisnis,” katanya, dikutip dari situs Sekretariat Kabinet pada 3 September 2015.
Namun, masalah keuangan terus melanda mega proyek tersebut. Biayanya membengkak US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 27 triliun. Proyek yang awalnya akan menghabiskan dana US$ 6,07 miliar, sekarang menjadi US$ 8 miliar atau sekitar Rp 114,4 triliun.