Atta Halilintar Tanggapi Pro-Kontra Aurel Lahiran Caesar atau Normal

Instagram/attahalilintar
Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah
Penulis: Hadi Mulyono
21/2/2022, 12.22 WIB

ZIGI – Pasangan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah tengah berbahagia menanti lahirnya buah hati pertama mereka. Baby A diprediksi lahir bulan Februari 2022 ini mengingat usia kandungan Aurel sudah 9 bulan.

Di tengah kebahagiaan tersebut, muncul kontroversi dari ayah Atta Halilintar, yakni Halilintar Anofial Asmid yang menyarankan menantunya lahiran normal agar Atta Halilintar bisa punya anak banyak.

Buntut dari pernyataan tersebut, banyak pihak menghujat ayah Atta Halilintar karena dianggap mengeksploitasi kaum perempuan. Kekinian, Atta Halilintar hingga Komnas Perempuan ikut angkat bicara soal polemik yang dialami Aurel Hermansyah tersebut.

Baca Juga: Tanggapan Atta Halilintar Soal Ayahnya Minta Aurel Lahiran Normal

Atta Halilintar Serahkan ke Aurel

Atta Halilintar memberikan tanggapan perihal keinginan ayahnya agar Aurel melahirkan normal. Menurutnya, semua keputusan tetap ada di tangan Aurel mengenai jumlah anak.

“Namanya orangtua bisa aja nasihatin. Tapi kalau ditanya mau anak berapa, tergantung istrinya. Kalau Aurel mau banyak terserah dia. Tapi kalau nggak mau banyak ya enggak apa-apa,” ujarnya di kawasan Condet, Jakarta Timur.

Dalam kanal YouTubenya, Atta Halilintar juga menyatakan bagaimanapun cara melahirkannya, seorang ibu tetaplah seorang ibu.

“Kalau menurutku mau lahirnya caesar mau normal, (Aurel) tetap seorang ibu ya Dok, yang penting ibu dan bayinya sehat,” tutur Atta dalam video berjudul Aurel Siap Lahiran Caesar Atau Normal yang diunggah 19 Februari 2022.

Halilintar Anofial Asmid Dianggap Melanggar UUD 1945

Tanggapan soal Aurel Hermansyah dipaksa lahiran normal disampaikan oleh Komisioner Komnas Perempuan, Retty Ratnawati. Ia menjelaskannya dalam kanal YouTube Indosiar dan menilai apa yang dikatakan Halilintar Anofial Asmid termasuk salah satu dari 15 jenis kekerasan seksual.

“Ini adalah salah satu contoh dari pemaksaan kehamilan kalau mau dibilang seperti itu. Ini salah satu dari 15 jenis kekerasan seksual,” kata Retty Ratnawati dikutip Zigi.id dari kanal YouTube Indosiar, Senin, 21 Februari 2022.

Retty menambahkan, dugaan kekerasan seksual yang dilakukan ayah Atta Halilintar saat ini belum ada sanksi hukumnya. Hanya saja, ia menyebut pemaksaan kehamilan tersebut telah melangar UUD 1945.

”Kemudian pernyataannya akan ada sanksinya? Sebenernya kalau sanksi pidana tidak ada. Karena ini memang hal yang kalau kekerasan seksual belum ada sanksinya. Yang harus diperhatikan, bahwa ini melanggar Undang-Undang Dasar 1945 tentang Hak Bebas dari Ancaman,” jelasnya.

Dalam kasus ini, tambah Retty Ratnawati, para orang tua, suami, termasuk ibu itu sendiri tetap berupaya maksimal memprioritaskan kesehatan dari sang ibu. Oleh sebab itu, ketika berumah tangga tidak etis memikirkan akan punya anak banyak atau tidak.

“Kesehatan ibu adalah yang nomor satu apakah kemudian selalu bisa mempunyai anak yang banyak jumlahnya ini harus diperhitungkan lagi,” tegas Retty Ratnawati.

15 Bentuk Kekerasan Seksual

Sebagaimana disinggung Retty, perkataan ayah Atta Halilintar tersebut maksud ke dalam salah satu dari 15 jenis kekerasan seksual. Melansir dari laman resmi Komnas Perempuan, 15 jenis tersebut antara lain:

  1. Perkosaan;
  2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan;
  3. Pelecehan Seksual;
  4. Eksploitasi Seksual;
  5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual;
  6. Prostitusi Paksa;
  7. Perbudakan Seksual;
  8. Pemaksaan perkawinan, termasukcerai gantung;
  9. Pemaksaan Kehamilan;
  10. Pemaksaan Aborsi;
  11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi;
  12. Penyiksaan Seksual;
  13. Penghukuman tidak manusiawi danbernuansa seksual;
  14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan;
  15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Komnas Perempuan menegaskan, kelima belas bentuk kekerasan seksual di atas bukan daftar final, karena ada kemungkinan sejumlah bentuk kekerasan lain yang belum dikenali. Secara umum, data tersebut merupakan temuan Komnas Perempuan dari hasil pemantauannya selama kurun waktu 15 tahun (1998– 2013).

Baca Juga: Respon Ashanty Soal Aurel Hermansyah Diminta Lahiran Normal