Serapan Gas Dalam Negeri Terkendala Infrastruktur
Penyaluran gas bumi sejak awal tahun hingga kuartal III sudah mencapai 59% dari produksi siap jual (lifting) sebesar 1.145 juta barel setara minyak per hari (bsmph). Gas bumi itu disalurkan melalui pipa, dicairkan (Liquefied Natural Gas/LNG) dan elpiji.
Sementara itu, realisasi penyerapan LNG untuk dalam negeri selama sembilan bulan terakhir lebih rendah daripada ekspor. Penyebabnya adalah infrastruktur yang ada di dalam negeri.
Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sejak Januari sampai September 2018, penyaluran LNG sudah 205 kargo. Dari jumlah tersebut, sebanyak 169 kargo diekspor dan sisanya 36 kargo dijual ke domestik.
Menurut Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher, ekspor tersebut merupakan bagian dari komitmen kontrak. "Kargo dari Bontang dan Tangguh," kata kepada Katadata.co.id, Kamis (1/11).
Meski begitu, Wisnu optimistis, penjualan kargo gas tersebut bisa meningkat mencapai 274 kargo hingga akhir tahun. Perinciannya, 229 kargo diekspor dan 45 kargo untuk domestik.
Sementara itu, target penjualan LNG tahun ini sebesar 277 kargo atau setara 858,93 trillion british thermal unit (TBTU). Perinciannya 119 kargo dari kilang Tangguh, sementara 158 dari PT Badak NGL di Bontang Kalimantan Timur. Sementara itu realisasi tahun lalu hanya 270 kargo.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengungkapkan jika dilihat sejarahnya, sejak tahun 1977 Indonesia menjadi negara eksportir. Bahkan Indonesia menjadi eksportir LNG terbesar di dunia. Saat itu, LNG lebih banyak diekspor ke Jepang.
Namun, sejak tahun 2012, Indonesia mengirimkan kargo pertama untuk kebutuhan domestik. Ini karena membangun fasilitas regasifikasi LNG.
Kargo LNG pertama untuk kebutuhan domestik itu dikirim dari Kilang Bontang di Kalimantan Timur ke unit penampungan dan regasifikasi gas terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU) di Jawa Barat. "Artinya lama sekali kita baru bisa menikmati gas alam," kata Amien di Jakarta, Kamis (1/11).
Namun, sejak tahun 2012 hingga saat ini, jumlah fasilitas regasifikasi LNG tidak bertambah. Jumlahnya masih empat.
Empat fasilitas itu yakni regasifikasi Arun-Belawan di Aceh. Lalu, fasilitas unit regasifikasi terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU) di Lampung. Kemudian, FSRU Nusantara Regas di Jawa Barat, dan FSRU Tanjung Benoa di Bali.
(Baca: Pembangunan Fasilitas Regasifikasi Indonesia Stagnan Selama Enam Tahun)
Menurut Amien, infrastruktur gas merupakan kunci utama agar gas bisa terserap oleh konsumen domestik. Apalagi, galangan kapal di Indonesia mampu mendesain kapal pengangkut LNG sehingga bisa dimanfaatkan badan usaha untuk mengembangkan bisnis LNG di dalam negeri.
Keterbatasan infrastruktur LNG itu membuat pertumbuhan kebutuhan LNG domestik melambat. Dalam lima tahun, pertumbuhan hanya dua kali lipat, dari tahun 2013 yang mencapai 1,5 juta ton per tahun (MTPA).