Alasan Polri Tidak Buka Motif Pembunuhan Brigadir J
Motif dugaan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, belum dibuka ke publik oleh Tim Khusus Polri. Hal ini masih menjadi misteri yang kini menuai polemik.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Polisi, Agus Andrianto, mengatakan motif penembakan terhadap Brigadir Yosua akan terbuka pada saat persidangan.
"Untuk menjaga perasaan semua pihak, biarlah jadi konsumsi penyidik," kata Agus di Mabes Polri, Kamis (11/8) seperti dikutip Antara.
Agus sependapat dengan pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Mekopolhukam) Mahfud MD, bahwa motif merupakan informasi yang hanya bisa didengar orang dewasa.
Tim Khusus menduga kematian Brigadir J terjadi akibat rencana tersanga Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri ini, diduga memerintahkan anak buahnya, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada Eliezer, untuk menembaknya.
Senada dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, mengungkapkan bahwa Polri ingin menjaga perasaan kedua belah pihak. Baik keluarga Brigadir Yoshua selaku korban, maupun pihak Ferdy Sambo dan para tersangka lainnya.
"Pak Menkopolhukam juga sudah menyampaikan, karena ini masalah sensitif, nanti akan dibuka di persidangan," kata Dedi.
Menurut Dedi, jika motif dibuka ke publik sekarang, berpotensi menimbulkan citra atau gambaran yang berbeda-beda. Sebab, motif merupakan materi penyidikan yang nantinya perlu diuji kebenarannya di persidangan.
"Di persidangan silakan. Kalau nanti dikonsumsi ke publik timbul image berbeda-beda," ujarnya.
Saat ditanyakan apakah motif tersebut terkait dengan dugaan perselingkuhan, Dedi menegaskan, "Nanti itu di persidangan."
Polri telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir Yoshua. Selain Ferdy Sambo dan Bharada Eliezer, dua tersangka lainnya adalah Birgadir Ricky Rizal, dan satu tersangka sipil bernama Kuat Maruf atau KM.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup, atau penjara paling lama 20 tahun.