Berduel dengan Maut

Image title
Oleh
23 Juli 2013, 00:00
1010.jpg
Arief Kamaludin | KATADATA
Recksan Salur (Dok. Pribadi)

KATADATA ? PERAHU itu tiba-tiba terbalik. Recksan Salur dan Karce Salensehe gelagapan. Mereka berusaha membalikkan kembali perahu kecil yang membawanya dari Matutuang ke Marore, dua pulau kecil di Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara. Saat akhirnya mereka bisa membalikkan perahu itu, mesin sudah mati.

Recksan dan Karce pagi itu, Sabtu, 7 April 2010 harus naik perahu kecil menuju Marore. Sebagai kader pemberdayaan masyarakat desa dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di Pulau Matutuang, mereka diundang untuk menghadiri rapat koordinasi di pulau Marore yang menjadi ibu kota kecamatan.

Ketika jarum jam belum menunjuk angka 6, mereka sudah melaut, dengan harapan angin belum bertiup kencang. Bagi Recksan dan Karce, yang sejak kecil hidup di pulau kecil di wilayah yang berbatasan dengan Filipina itu, ini bukan perjalanan yang asing. Mereka bahkan tidak menyempatkan diri untuk sarapan. ?Kami hanya minum teh segelas karena kami pikir perjalanan membutuhkan waktu 90 menit,? kata Recksan mengenang kejadian tiga tahun lalu.

Dari Pulau Matutuang, perahu yang mereka tumpangi melewati Pulau Mamanuk. Perairan ini terbilang cukup rawan, karena bertabur daerah-daerah dangkal yang jika arus laut menjadi kencang akan menimbulkan ombak.

Bahaya itu ternyata menjadi kenyataan. Tiba-tiba perahu terbalik. Kedua penumpangnya terhempas, tenggelam. Celaka, Karce tak bisa berenang.

?Saya cari dia tak ada,? kata Recksan mengenang kejadian pahit itu. ?Saya akhirnya melihat tangannya. Saya lompat dari belakang perahu. Saya tarik. Ia menangis dan banyak minum air.?

Di tengah kekalutan itu, Recksan tak kehabisan akal. Ia segera mencari cara bagaimana membalikkan perahu kembali. ?Saya lepas bambu penyeimbang perahu dengan menggunakan alat penangkap ikan,? tuturnya. ?Ketika dilepas, perahu ke posisi semula. Kami terombang ambing ombak di atas perahu.?

Untuk sementara, mereka selamat. Tapi, waktu 90 menit itu ternyata menjadi lima hari. Mereka terapung tanpa makanan dan minuman. Di hari ketiga, sebuah harapan sesungguhnya sempat muncul. Sebuah kapal anjungan putih bertuliskan ?Samudra Jaya? terlihat melintas. Keduanya berteriak, memanggil agar kapal itu mendekat.

Jarak mereka dengan kapal hanya terpaut 15 meter. Karce yang sudah amat kelelahan langsung sumringah karena mengira dewa penyelamat telah datang.

?Tapi, ternyata kapal itu meninggalkan kami,? ujar Recksan tanpa mengetahui kejelasan alasannya. ?Sejak itu, Karce sering menangis, mulai stres dan seperti orang gila. Ia menangis memanggil anaknya, meminta minum dan roti. Setelah itu, kami putus asa.?

Sudah hari kelima, matahari timbul-tenggelam di atas kepala Recksan dan Karce yang masih terapung di tengah laut. Sengatan matahari membuat kulit mereka mengelupas semua. Kapal yang mereka tumpangi pun mulai bocor.

Karce tak lagi bersuara. ?Ia, seperti orang mati,? ujar Recksan. ?Saya takut bagaimana harus mempertanggungjawabkan hal ini kepada keluarganya. Saya berdoa, ?Ya Tuhan selamatkan saya. Saya sudah tidak kuat.? Lima hari lima malam, kami tidak makan dan minum.?

Doanya rupanya ?terdengar?. Ketika hari kembali akan berganti di tengah keputusasaan mereka yang kian memuncak, dari kejauhan tampak cahaya lampu berwarna oranye yang berpendar memberikan harapan baru.

Di tengah gelap itu, Recksan hampir tak percaya ada sebuah kapal patroli TNI melintas di sana. ?Saya mengira itu halusinasi. Saya berteriak minta tolong dalam semua bahasa yang saya ketahui. Bahasa Inggris, Filipina, Indonesia.?

Tapi, rupanya headset yang membekap telinga awak kapal, membuat teriakan Recksan tak terdengar. Kapal itu menjauh. Jarak Recksan dan kapal masih terpaut sekitar 50 meter. ?Saya duduk menangis, putus asa.?

Untunglah sebuah keajaiban muncul. Kapal itu bergerak perlahan berbalik memutar menghampiri mereka, sambil mengarahkan lampu sorot. Rupanya, seorang koki di atas kapal tadi mendengar sayup-sayup teriakan Recksan, meski semula dikiranya suara hantu.

Peluang itu tak disia-siakan Recksan. Ia segera melompat ke air. Lalu ia gerakkan tangannya sekuat tenaga, karena ia teringat di kala berenang gerakan tangan akan menciptakan busa air keputihan.

Halaman:
Reporter: Redaksi
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...