188 Juta Penduduk Ditargetkan Punya Rekening Bank Pada 2019
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan pemerintah menargetkan 75 persen penduduk Indonesia atau sekitar 188 juta orang bisa memiliki rekening bank alias menjadi bank people pada 2019. Target ini dua kali lipat di atas realisasi yang ada saat ini.
Berdasarkan data Financial Inclution Index (Findex) oleh Bank Dunia pada 2014, hanya 36 persen atau sekitar 90 juta penduduk dewasa Indonesia yang memiliki rekening di bank. Jumlah ini jauh lebih rendah dibanding negara tetangga, seperti Malaysia yang mencapai 81 persen dari total penduduknya.
“Target pemerintah ada 75 persen bank people di 2019,” kata Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Pungky P. Wibowo saat Bincang-Bincang Media (BBM) di kantornya, Jakarta, Senin (13/3). (Baca juga: Perluas Akses Keuangan, Bappenas Siapkan Tabungan Pos)
Menurut kajian BI, ada dua hal yang menyebabkan jumlah bank people di Indonesia masih sedikit. Pertama, permintaan masyarakat yang terbatas. Ini dikarekan jarak yang jauh ke kantor cabang bank, waktu lama untuk mengantri, formalitas yang tinggi, dan tidak adanya dokumen identitas yang lengkap.
Penyebab kedua, yaitu terkait perhitungan bisnis bank. Pendirian kantor cabang bank cukup mahal dan rumit. Selain itu, layanan keuangan bagi masyarakat kecil bukanlah bisnis yang menguntungkan, serta tidak adanya produk yang sesuai untuk segmen nasabah tersebut. (Baca juga: Jokowi Akan Tambah Subsidi KUR agar UMKM Tak Terjerat Rentenir)
Pungky mengatakan terbatasnya akses penduduk ke sistem keuangan ini menimbulkan ketidaksejahteraan masyarakat. Alasannya, masyarakat jadi kesulitan memperoleh pembiayaan untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan taraf hidupnya. Karena itu, pemerintah menargetkan bank people bisa mencapai 75 persen pada 2019.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah menjalankan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) sejak 2016. Dengan begitu, diharapkan jumlah bank people di Indonesia bisa menyamai Malaysia, India, Cina, dan Brazil yang masing-masing telah mencapai 81 persen, 53 persen, 79 persen, dan 68 persen dari total penduduknya.
Masyarakat yang ditarget mendapat akses keuangan adalah yang 40 persen berpenghasilan terendah, pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pekerja migran, perempuan, pelajar, dan yang lainnya. (Baca juga: Perluas Akses Layanan Keuangan, Jokowi Tetapkan Strategi Nasional)
Sementara upaya yang dilakukan BI adalah menambah jumlah agen lembaga keuangan digital yang saat ini telah mencapai 140.743 dan tersebar di 489 kabupaten atau kota. Agen tersebut berupa individu dan badan hukum dari lima bank penyelenggara keuangan digital yaitu Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), dan CIMB Niaga.
Selain itu, BI juga berfokus untuk meningkatkan penyaluran bantuan sosial (bansos) secara nontunai. Dengan begitu, makin banyak masyarakat yang memiliki rekening bank. Tahun ini, Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) juga disalurkan kepada 1,4 juta penerima. Uang ini digunakan untuk membeli kebutuhan pokok sebesar Rp 110 ribu per bulan per keluarga penerima manfaat.
Nantinya, bantuan tersebut akan disalurkan menggunakan kartu kombo yang diterbitkan oleh empat bank milik negara. “Ke depan subsidi elpiji juga akan disalurkan lewat kartu kombo. Tapi sifatnya masih pilot project (proyek uji coba),” ujar Pungky.
Proyek uji coba penyaluran subsidi elpiji tersebut dimulai 1 April 2017 di Bali, Bangka, Batam, dan Lombok. “Akan diperluas pada 1 Juli 2017, yang rencananya akan diintegrasi juga dengan subsidi listrik,” ucapnya.