Solusi Habibie Menjawab Permasalahan Batam
Presiden ketiga Republik Indonesia BJ Habibie menginginkan pengelolaan Batam kembali pada konsep awal. Hal ini menjadi solusi penting untuk menyelesaikan kisruh dualisme kewenangan yang terjadi demi pengembangan Batam yang lebih baik.
“Batam ini harus back to basic. Basic-nya Batam ini dibangun untuk bisnis,” kata Habibie, di Bandara Hang Nadim, Batam, Sabtu (29/4). (Baca: Darmin Nilai Pengembangan Batam Terkendala Persoalan Pelik)
Dia menceritakan ide pengembangan Batam pertama kali dicetuskan oleh Soeharto, sebelum menjadi Presiden. Saat ada konfrontasi dengan Malaysia, Soeharto ditugaskan di Batam. Pulau tak berpenghuni ini letaknya berdekatan dengan Singapura, yang menjadi pusat lalu lintas perdagangan.
Ketika menjadi Presiden, Soeharto ingin Batam bisa menyaingi Singapura. Namun, pembangunan memerlukan dana yang cukup besar. Kebetulan saat itu Pertamina sedang menikmati hasil keuntungan yang bagus, akibat harga minyak dunia yang tinggi.
Soeharto pun menugaskan Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo untuk membangun Batam pada 1971. Apalagi wilayah Batam dekat dengan daerah operasi Pertamina di Natuna. Pertamina membangun Batam menjadi lokasi logistik penyimpanan pipa untuk kebutuhan perminyakan. Baru dua tahun membangun Batam, Pertamina kesulitan keuangan.
Akhirnya, pada 1973 Soeharto meminta Habibie mengambil alih pengembangan Batam dari Pertamina. Habibie meminta agar pengembangan Batam diubah. Dia ingin pengembangan Batam dilakukan dengan caranya sendiri dan Soeharto menyetujuinya. Dari sini, mulai merancang, mengonsep, dan merencanakan pembangunan untuk masa-masa yang akan datang.
Untuk bisa mengalahkan Singapura, luas Pulau Batam yang hanya 75 persen dari negara tersebut harus ditambah. Makanya dia memperluas daerahnya ke pulau lain di sekitarnya yakni Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru, dengan membangun enam Jembatan Barelang.
Sebagai konseptor dan orang pertama yang menjadi Kepala Otorita Batam (sekarang Badan Pengusahaan Batam), Habibie ingin Batam menjadi wilayah khusus ekonomi. Batam harus menjadi ujung tombak pembangunan dan moderenisasi Indonesia. Batam diarahkan menjadi pusat industri di dalam negeri.
Saat ini dia cukup puas dengan pembangunan Batam yang sudah cukup maju, dibandingkan saat pertama kali dirinya masuk ke daerah ini. Meski begitu, dia mengakui masih ada permasalahan yang menghambat, terutama terkait dualisme kewenangan antara BP Batam dan Pemerintah Kota Batam.
Menurutnya permasalahan ini merupakan ongkos yang harus dibayar dari adanya reformasi di republik ini dan kemajuan di Batam. Menjawab masalah ini, dia mengusulkan agar Batam kembali ke konsep awal, sebagai daerah khusus ekonomi. “Seluruh Batam dengan Barelang (Batam-Rempang-Galang) menjadi Daerah Istimewa Ekonomi seperti suatu provinsi di bawahnya gubernur seperti Jakarta,” kata Habibie.
(Baca: Tingkatkan Investasi, Jokowi Minta Kota Batam Benahi Perizinan)
Dengan menjadi wilayah khusus, Batam harus dibedakan dengan provinsi lain. Dia mengisyaratkan Batam dibentuk menjadi Provinsi Khusus Ekonomi, yang menjadi pusat industri yang memproduksi semua produk yang dibutuhkan di dalam negeri. Orang-orang yang bisa masuk ke Batam harus profesional.
Dalam pemikirannya, Daerah Istimewa Ekonomi Batam dipimpin oleh Gubernur, yakni Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam. Dia menilai sumber daya manusia (SDM) BP Batam adalah orang-orang profesional yang mampu menjadikan daerah ini sebagai lokasi investasi.
Saat ini banyak investor yang kesulitan berinvestasi di Batam karena keterbatasan lahan. Padahal banyak lahan di daerah tersebut yang masih kosong dan tidak dibangun. Banyak perusahaan yang sudah menyewa tanah di Batam, setelah 10-20 tahun ini tidak kunjung dibangun. Data BP Batam menyebutkan saat ini masih ada 7.682 hektare lahan di Batam yang belum dibangun.
Untuk menyelesaikan masalah ini, Habibie meminta BP Batam bertindak tegas. Sesuai aturan, sebenarnya jika dalam sembilan bulan lahan yang telah disewa tak kunjung dibangun, maka BP Batam bisa mengambil kembali. (Baca: Pemerintah Siapkan Insentif Besar Bagi Investor Kawasan Industri)
Habibie berharap hal yang disampaikannya ini bisa menjadi solusi bagi permasalahan Batam saat ini. Setelah sampai di Jakarta, dia mengaku akan menyampaikan semua masalah Batam dan mengusulkan solusinya kepada Presiden Jokowi. "Pasti, ini pasti akan saya sampaikan ke Presiden. Batam harus maju," ujarnya.
Sementara itu, mengenai permasalahan yang terjadi di Batam saat ini, Kepala BP Batam Hananto mengatakan sebenarnya tidak ada dualisme kewenangan. Pemerintah Kota dan BP Batam sudah memiliki kewenangan masing-masing. Terkait dengan investasi, BP Batam memiliki kewenangan untuk investasi asing. “Sementara investasi dari dalam negeri dipegang oleh Pemerintah Kota Batam,” ujarnya.
Dia juga mengutip sejarah Batam yang dijelaskan Habibie, bahwa tidak ada penghuni asli daerah tersebut. Lahan di wilayah ini seluruhnya dimiliki oleh negara dan tidak boleh diperjualbelikan. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 menegaskan bahwa seluruh lahan di Batam dikelola oleh BP Batam dan hanya bisa disewakan.
Masalahnya, selain spekulan tanah, banyak juga bangunan liar yang didirikan di Batam. Deputi Bidang Pelayanan Umum Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas BP Batam Gusmardi Bustami mengatakan pihaknya akan menertibkan lahan-lahan yang terlantar dan belum terbangun di Batam. "Sudah ada beberapa yang kami tertibkan, nanti kami akan tertibkan semua," ujarnya.