Pemerintah Akan Panggil Pihak Swasta yang Menghambat Proyek MRT
Sejumlah permasalahan masih menghambat pengerjaan proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta. Salah satunya masalah lahan yang belum selesai di wilayah Kampung Bandan, Jakarta Utara. Lahan ini diperlukan sebagai tempat penampungan, bengkel perawatan dan perbaikan atau depo kereta MRT.
Direktur Utama PT Mass Rapid Transit Jakarta William Sabandar mengatakan pihaknya memerlukan lahan seluas 12 hektare di Kampung Bandan, setengah dari luas lahan tersebut akan digunakan sebagai depo. Namun, sebagian lahan tersebut masih bermasalah dengan pihak perusahaan swasta yang masih menggunakan lahan tersebut.
"Pak Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Luhut Binsar Panjaitan) memutuskan akan memanggil perusahaan tersebut," kata William di Jakarta, Senin malam (9/10). Dia megungkapkan hal ini tanpa menjelaskan nama perusahaan swasta yang dimaksud.
Menurutnya ada tiga jenis pengelolaan lahan di Kampung Bandan saat ini. Mulai dari hak pengelolaan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, tanah sertifikat zaman Pemerintahan Belanda, hingga tanah hak pengelolaan KAI namun dikerjasamakan sebagai hak guna bangunan dengan swasta.
Lahan yang menjadi hak pengelolaan KAI sudah diberikan oleh operator kereta api plat merah tersebut kepada MRT. Namun, untuk lahan dikerjasamakan, masih memerlukan pembicaraan lebih lanjut dengan pihak swasta terkait. Rencananya proyek MRT fase II akan dibangun dengan rute dari Bundaran HI hingga Kampung Bandan.
Selain masalah lahan untuk depo di Kampung Bandan, William juga menjelaskan pembebasan lahan di Stasiun Haji Nawi akan segera dipercepat. "Kami dorong pembebasan lahan, apalagi (stasiun Haji Nawi) tidak bisa selesai Maret 2019," ujarnya.