Kalau Tak Ingin Popularitas Turun, Jokowi Diminta Tunda Infrastruktur

Dimas Jarot Bayu
17 Oktober 2017, 15:46
Jokowi kunjungi MRT
Intan/Biro Pers Setpres
Presiden Joko Widodo meninjau perkembangan proyek MRT di Jakarta, Kamis (23/2).

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri meminta pemerintah menunda proyek pembangunan infrastruktur karena mengancam anggaran negara saat ini. Langkah itu dianggap paling tepat sehingga popularitas Presiden Joko Widodo tidak akan terganggu menjelang pemilihan presiden tahun 2019.  

Menurut Faisal, Jokowi tak perlu takut kehilangan popularitas dan elektabilitas karena menunda pembangunan infrastruktur. Sebaliknya, kalau proyek infrastruktur dilanjutkan akan berpotensi menimbulkan krisis ekonomi.

Advertisement

"Coba kalau krisis terjadi, (kurs) rupiah ke 14 ribu (per dolar Amerika Serikat), pertumbuhan ekonomi lebih rendah, pengangguran naik, kan lebih tidak populer (Jokowi)," kata Faisal dalam acara diskusi mengenai kondisi ekonomi dan politik menjelang tahun 2019 di Jakarta, Senin (16/10).

(Baca: Bahaya Anggaran Negara: Pajak Seret, Proyek Infrastruktur Membebani)

Ia menjelaskan, pembangunan infrastruktur perlu ditunda karena tidak ditopang oleh peningkatan penerimaan negara, terutama penerimaan pajak yang malah menunjukkan kecenderungan penurunan. Pada 2012 penerimaan pajak masih tumbuh 12,2%, kemudian menurun tahun 2013 dan 2014 menjadi 9,9% dan 6,4%.

Meski sempat tumbuh 8,1% pada 2015, pertumbuhan pajak tahun lalu mencapai titik nadir yaitu hanya 3,1%. Sedangkan penerimaan pajak periode Januari-Agustus 2017 mencapai Rp 686 triliun atau 53,5% dari target APBN Perubahan 2017 dengan pertumbuhan tahunan 10,23%.

"Pajak menurun, tapi belanja infrastruktur tidak mau dipotong, ya repot," kata Faisal.

Di sisi lain, Faisal juga menilai kemampuan perbankan untuk melakukan pembiayaan infrastruktur sangat terbatas. Dari data Bank Dunia pada 2015, pembiayaan dari sektor perbankan di Indonesia hanya mencapai 46,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Bandingkan dengan penetrasi pembiayaan dari perbankan di negara-negara lain yang sudah melebihi 100% dari PDB.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement