Pakar UGM dan UI Dukung Kelanjutan Reklamasi Pulau C dan D
Guru Besar Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gajah Mada (UGM) Nur Yuwono menyarankan agar pembangunan Pulau C dan D dalam reklamasi Teluk Jakarta tetap dilanjutkan. Yuwono mengatakan, jika pembangunan kedua pulau tersebut dihentikan, malah membuat proyek terbengkalai.
Dia mencontohkan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Kabupaten, Jawa Barat. Saat ini, proyek tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada tindak lanjut setelah dinyatakan merugikan negara senilai Rp 706 miliar. "Kerugiannya jadi dua kali. Aset yang ada jadi rusak," kata Yuwono di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Kamis (23/11).
Menurut Yuwono, proyek tersebut harus tetap dilanjutkan tapi dengan kontrol yang baik dari pemerintah. Kegunaannya pun perlu dikaji kembali secara komprehensif agar bermanfaat untuk masyarakat. "Jangan hanya satu, ahli-ahli kan banyak. Harus dilihat yang berbicara ahlinya, kalau tidak repot," kata Yuwono.
(Baca: Usut Kasus NJOP Reklamasi, Polisi Periksa Kepala Pajak Jakarta)
Pakar lingkungan dari Universitas Indonesia Hasroel Thayib menambahkan, perlu adanya kajian atas dampak dari Pulau C dan D jika akan dilanjutkan. Menurut Hasroel, dampak ini harus dipantau sehingga tidak akan merugikan masyarakat Jakarta.
"Dampaknya apa mari kami siapkan mitigasi, adaptasi, sinergi dan segala macamnya. Jadi jangan nanti kami membiarkan kesalahan itu berlanjut jadi musibah lebih lanjut," kata Hasroel.
Hasroel mengatakan, setidaknya ada empat aspek yang perlu diperhatikan dari pengkajian atas dilanjutkannya pembangunan Pulau C dan D dalam reklamasi Teluk Jakarta. Salah satunya petimbangan tersebut berkaitan dengan bagaimana agar lingkungan dapat berkelanjutan. "Bahwa lingkungannya tidak rusak, berlanjut secara ekologis," kata Hasroel.
Selain itu, pembangunan Pulau C dan D juga harus dapat menguntungkan secara ekonomi. Hasroel menilai, masyarakat tentu tak mau jika pembangunan Pulau C dan D dilanjutkan tapi merugikan secara ekonomi.
"Berlanjut tapi kalau merugikan secara ekonomi buat apa," kata Hasroel. (Baca: HGB Pulau Reklamasi Selesai Satu Hari, Sofyan Djalil: Kami Revisi)
Hasroel menilai teknologi untuk mengatasi dampak yang diakibatkan pembangunan Pulau C dan D harus dikaji. Menurutnya, jika teknologi untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan belum ada, maka pembangunan sebaiknya ditunda.
"Teknologinya bagaimana? Apakah sudah disiapkan teknologinya? Kalau belum ada, jangan diteruskan," ucap dia.
Terakhir, Hasroel menilai pembangunan harus mempertimbangkan aspek sosial di masyarakat. "Jadi meski pembangunan itu punya aspek lingkungan yang berlanjut, menguntungkan secara ekonomi, teknologinya ada, tapi kalau melanggar adat dan agama enggak bisa," kata Hasroel.
Pemerintah sebelumnya resmi mencabut sanksi administratif bagi Pulau C dan D dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta. Keputusan tersebut diambil setelah rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta (6/9).
(Baca: KPK: BPN Terburu-buru Terbitkan Sertifikat Reklamasi Pulau C dan D)
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan keputusan tersebut diambil karena pengembang Pulau C dan D, PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Grup Agung Sedayu telah memenuhi 11 persyaratan yang diminta KLHK sebelum bisa memulai pembangunan. Sanksi administratif sebelumnya ditetapkan pada Mei 2016.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun disebut akan memanfaatkan pulau-pulau reklamasi Teluk Jakarta yang telah dibangun. Ketua Tim Sinkronisasi Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Sudirman Said mengatakan, pulau reklamasi yang telah dibangun tak mungkin dibongkar.
Sudirman mengatakan, pemanfaatan pulau yang telah dibangun harus disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.