KPK: Mantan Pengacara Setnov dan Dokter Diduga Manipulasi Data Medis

Dimas Jarot Bayu
10 Januari 2018, 20:38
Setya Novanto Sidang Tipikor
ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto mengikuti sidang perdana di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi bersama dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, sebagai tersangka. Keduanya diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Setya Novanto.

Keduanya diduga bekerja sama memasukkan Setya Novanto ke RS Medika Permata Hijau untuk menjalani rawat inap dengan cara memanipulasi data-data medis. Tujuannya agar Setya Novanto terhindar dari pemeriksaan penyidik KPK dalam perkara dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).

KPK mendapatkan informasi, sebelum Setya Novanto masuk ke RS Medika Permata Hijau, Frederich menyewa satu lantai rumah sakit. "Dan meminta kamar perawatan VIP yang rencana akan di-booking  satu lantai. Padahal saat itu belum diketahui SN akan dirawat karena sakit apa," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Jakarta, Rabu (10/1).

(Baca: Diduga Halangi KPK, Mantan Pengacara Setnov dan Dokter Jadi Tersangka)

Basaria menjelaskan, kronologi perkara ini bermula ketika pada Rabu, 15 November 2017, Novanto diagendakan diperiksa sebagai tersangka atas dugaan korupsi e-KTP. Ketika itu, Novanto tidak datang dan mengirimkan surat kepada KPK.

Karena tak hadir, tim KPK pada hari yang sama pukul 21.40 WIB mendatangi rumah Novanto di Jalan Wijaya XIII, Melawai, Kebayoran Baru. Tim KPK datang dengan membawa surat perintah penangkapan dan penggeledahan. Sayangnya, Novanto tidak berada di tempat hingga proses pencarian di rumah tersebut sampai pukul 02.50 WIB.

"Berikutnya KPK mengimbau agar Novanto menyerahkan diri," kata Basaria.

Basaria mengatakan, KPK selanjutnya menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) dan menyurati Polri atas nama Novanto. "Malam harinya terdapat informasi mobil yang dinaiki SN mengalami kecelakaan dan dibawa ke RS Medika Permata Hijau," kata Basaria.

Ketika berada di RS Medika Permata Hijau, Basaria mengatakan Novanto tidak dibawa ke IGD. Menurut Basaria, Novanto langsung dibawa ke ruang rawat inap VIP.

"Sebelum SN dirawat di RS, diduga FY telah datang terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan pihak RS," kata Basaria.

(Baca: Dakwaan Setnov Ungkap Aliran Dana e-KTP & Keterlibatan Anggota DPR)

Selain itu, KPK juga mendapatkan informasi bahwa salah satu dokter di RS mendapatkan telepon dari seorang yang diduga sebagai pengacara Novanto. Dalam pembicaraan telepon itu disebutkan bahwa Novanto akan dirawat di RS sekitar pukul 21.00 WIB.

Basaria menambahkan, penyidik juga mendapatkan kendala. Hal tersebut terjadi ketika KPK melakukan pengecekan informasi peristiwa kecelakaan yang berlanjut pada peristiwa medis di RS Medika Permata Hijau.

"Karena perbuatannya tersebut, FY dan BST disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata Basaria.

Dalam kasus ini, KPK telah melakukan pemeriksaan sebanyak 35 orang saksi dan ahli dalam proses penyelidikan. Basaria mengatakan, KPK telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada Selasa (9/1) kepada Fredrich dan Bimanesh.

(Baca juga:  KPK Tahan dan Langsung Bantarkan Setya Novanto)

Untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan kasus ini, KPK sejak Senin (8/1) telah meminta imigrasi untuk mencegah bepergian ke luar negeri untuk 6 bulan ke depan terhadap Fredrich, ajudan Novanto yang merupakan anggota Polri Reza Pahlevi, eks kontributor Metro TV Hilman Mattauch, dan pihak swasta Achmad Rudyansyah.

"Sedangkan tersangka BST dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan sejak 8 Januari 2018. Yang bersangkutan dicegah dalam kapasitas sebagai tersangka," kata dia.

Atas kasus ini, KPK mengimbau agar pihak-pihak yang menjalankan profesi sebagai advokat ataupun dokter agar bekerja dengan etika profesi, itikad baik, dan tidak melakukan perbuatan tercela. "Serta tidak menghambat atau menghalang-halangi proses hukum yang berlaku, khususnya upaya pemberantasan korupsi," kata Basaria.

Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...