Harga Naik, Penerimaan Minerba Tertinggi dalam 3 Tahun Terakhir
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor mineral dan batu bara (minerba) sepanjang tahun lalu berhasil mencapai 125% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017. Capaian ini merupakan yang tertinggi sepanjang tiga tahun terakhir.
Direktur Jenderal Minerba Bambang Gatot Ariyono mengatakan mengatakan selama tahun 2017, PNBP minerba mencapai Rp 40,6 triliun. Perinciannya terdiri dari royalti Rp 23,2 triliun, iuran tetap Rp 0,5 triliun, dan penjualan hasil tambang Rp 16,9 triliun. “Ini karena harga juga naik," kata dia di Jakarta, Kamis (11/1)
Data Kementerian ESDM mencatat, pada 2014 PNBP dari sektor Minerba hanya mencapai Rp 35,4 triliun, lalu pada 2015 turun menjadi Rp 29,6 triliun. Kemudian tahun 2016 turun lagi menjadi Rp 27,2 triliun.
Akan tetapi, untuk tahun ini Kementerian ESDM menurunkan target PNBP dari realisasi tahun 2017. Tahun 2018, pemerintah menargetkan PNBP tahun ini dipatok sekitar Rp 32,1 triliun.
Sementara itu, untuk produksi batu bara, realisasinya sepanjang 2017 mencapai 461 juta ton atau di bawah target 477 juta ton. Salah satu penyebabnya adalah cuaca. "Mungkin kesulitan masalah cuaca dan alat berat. Yang alat berat gitu-gitu memang dengan banyaknya perusahaan yang ingin melakukan kegiatan, itu tentu jadi sulit untuk mendapatkannya," kata dia.
Tahun ini Kementerian ESDM menargetkan produksi batubara sebesar 425 juta ton. Dari target itu, Bambang memprediksi produksi bisa mencapai 485 juta ton.
Bambang optimistis target itu bisa tercapai karena perusahaan batu bara boleh menaikkan produksinya sekitar 5% dari realisasi tahun lalu. “Pemerintah bukannya tidak mengontrol, tapi mengendalikan dengan cara tidak memberikan kenaikan produksi semau-maunya,” kata dia.
Dari catatan Bambang, selama 2017, pemanfaatan batu bara untuk domestik juga di bawah target. data Kementerian ESDM mencatat, sepanjang 2017 pemanfaatan batubara baru tercapai 97 juta ton dari target 121 juta ton.
Penyebabnya belum beroperasinya beberapa PLTU yang akan menyerap batu bara domestik. Ini menyebabkan porsi batubara yang belum terpakai mau tak mau diekspor. “Sekarang ini tentunya kurang lebih mungkin 75% untuk ekspor, 25% untuk domestik," kata Bambang.
Capaian lainnya di sektor minerba adalah luas reklamasi lahan bekas tambang tahun 2017 sudah mencapai 6.808 hektar atau meningkat dari targetnya sebesar 6.800 hektar. Tahun ini targetnya luas lahan reklamasi bekas tambang ditargetkan sebesar 6.900 hektar.
Kemudian, pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tahun lalu terealisasi empat unit sesuai target Kementerian ESDM. Tahun ini targetnya turun hanya dua unit smelter yakni milik PT Kapuas Prima Coal untuk mengolah timbal dan seng di Kalimantan Tengah, dan punya Virtue Dragon untuk mengolah nikel.
Target-target tahun ini lainnya adalah penyelesaian amendemen kontrak-kontrak tambang lama yang berupa Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B). Saat ini sudah ada 50 PKP2B yang sudah diamendemen, dan 20 KK, adapun target tahun ini ESDM bisa mengamendemen 18 PKP2B dan 10 KK.
(Baca: Negara Kantongi Rp 918 Miliar dari Amendemen 13 Kontrak Tambang)
Bambang mencontohkan untuk 10 KK yang belum diamendemen, ada dua masalah utama yang masih terkendala hingga saat ini. yakni isu divestasi saham dan penerimaan negara. "Amendemen ini kami targetkan secepatnya," kata dia.