DPR Pertanyakan Kebijakan Impor Beras Pemerintah
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah. Polemik penugasan impor beras yang awalnya akan dilakukan PT Perusahaan Perdagangan Internasional (PPI) kemudian menjadi Perum Bulog jadi sorotan parlemen.
Permasalahan mengenai impor beras ditanyakan oleh anggota parlemen saat Rapat Dengar Pendapat di Komisi VI. Rapat dihadiri Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti, dan Direktur Utama PPI Agus Andiyani.
Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka menyatakan, impor disebabkan tata niaga beras yang perlu dibenahi. “Masa setiap harga naik harus impor, itu terlalu reaksioner,” kata Rieke di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (18/1).
Rieke mengungkapkan daya serap Bulog pada saat panen raya Februari hingga April tahun 2017 sangat minim. Idealnya, penyerapan Bulog harus mencapai 70% untuk memastikan keamanan stok, tapi realisasinya hanya 42%. Perhitungannya berdasarkan target 3,7 juta ton.
(Baca juga: Bulog Siapkan Anggaran Rp 15 Triliun untuk Kelola Beras)
Sehingga, dia meminta penyelidikan stok Bulog untuk mengecek ketersediaan beras di pedagang dan petani. “Persoalannya bukan tidak ada berasnya tapi yang diserap minim,” ujar Rieke.
Rieke pun menekankan fraksi PDIP menolak impor beras. Alasannya, belum ada pernyataan langsung dari Presiden Joko Widodo mengenai kebutuhan impor.
Anggota lain, Iskandar Syaichu dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjelaskan isu yang beredar di masyarakat adalah potensi keuntungan bisnis sebesar Rp 1,5 triliun.
Nasril Bahar dari Fraksi PAN juga mengungkapkan persoalan komoditas berkaitan dengan permainan data. “Akhirnya menyebabkan perburuan rente,” kata Nasril.
Kemudian, Bambang Haryo dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) meragukan beras impor bisa datang tepat waktu. Perhitungannya, kapal dengan kecepatan 9 knot yang asalnya dari Thailand butuh minimal 15 hari untuk sampai ke pelabuhan di Indonesia.
Sementara, Nyat Kadir dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) mendukung kebijakan impor beras pemerintah. Pasalnya, stok Bulog berada di bawah satu juta ton, sehingga klaim surplus beras Kementerian Pertanian keliru.
“Kalau ada surplus, cadangan beras Bulog lebih dari 3 juta ton,” ujar Kadir. Namun, impor beras harus diawasi untuk menghindari praktik kecurangan yang merugikan negara.
Abdul Wachid dari Fraksi Gerindra pun meminta neraca beras yang tidak jelas dipicu oleh kesimpangsiuran data antara Kementerian Perdagangan dan Pertanian. Sehingga, antarkementerian butuh koordinasi yang lebih baik untuk menghasilkan kebijakan tepat.
(Baca juga: Harga Beras Mahal, Pemerintah Perluas Jangkauan Operasi Pasar)