Ini Hitungan Rinci Tunjangan Kinerja Pegawai Pajak Mulai Januari 2018
Perhitungan tunjangan kinerja pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berubah mulai Januari 2018 ini. Tata cara perhitungannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 211/PMK.03/2017. Intinya, tunjangan kinerja sedikitnya bakal mempertimbangkan capaian kinerja organisasi dan kinerja pegawai. Selain itu, akan mempertimbangkan juga karakteristik organisasi.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama menjelaskan, capaian kerja organisasi bakal memiliki bobot 60%, sementara capaian kinerja pegawai memiliki bobot 40%. "Formulanya bagaimana bobot dari masing-masing ini semuanya lengkap ada di PMK Pasal 18," kata Yoga kepada Katadata, beberapa waktu lalu.
(Baca juga: Kemenkeu Akan Buat Tim Evaluasi Anggaran Perjalanan Dinas PNS)
Secara rinci, capaian kinerja organisasi ditentukan dari dua hal, yaitu penerimaan (penerimaan pajak dan pertumbuhan kinerja) yang berbobot 70% dan pendukung (jumlah sosialisasi, kepatuhan surat pemberitahuan (SPT), dan lainnya) yang berbobot 30%.
Sementara itu, dari segi capaian kinerja pegawai, terdapat tiga komponen yang diperhatikan, yaitu Nilai Kinerja Pegawai (NKP), prestasi kerja, dan kontribusi pegawai. Hasil dari capaian kinerja pegawai akan dipakai sebagai acuan untuk pemeringkatan.
Yoga mencontohkan, jika dalam satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ada 100 pegawai, nilai tersebut ditotal dan diberikan peringkat. Sebanyak 15% pegawai yang memiliki nilai tertinggi masuk peringkat 1 dengan skor 100%, lalu 20% pegawai peringkat berikutnya masuk peringkat 2 dengan skor 97,5%, dan seterusnya. Skor paling rendah ialah 90%.
Hasil dari perhitungan di atas kemudian dikalikan dengan karakteristik organisasi dan tunjangan kinerja sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2015. Adapun karakteristik organisasi ditentukan sesuai klasifikasi unit dan wilayah. Klasifikasi ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Klasifikasi unit ditetapkan berdasarkan pertimbangan beban kerja, risiko kerja dan/atau target penerimaan pajak, dan unit organisasi tahun sebelumnya. Yoga menjelaskan, klasifikasi unit kantor seperti KPP di kota besar dengan daerah akan berbeda karena memiliki beban yang berbeda. Sebab, jika KPP di kota besar berbicara penerimaan ratusan triliun, KPP di wilayah daerah belum tentu berbicara dengan jumlah yang sama.
Di sisi lain, klasifikasi wilayah ditetapkan berdasarkan pertimbangan geografis dan karakteristik sosial ekonomi setempat yang ditentukan menggunakan mekanisme penilaian tertentu. Menurut Yoga, klasifikasi ini menyangkut biaya hidup yang berbeda di berbagai wilayah.
Adapun perhitungan baru tunjangan kinerja pegawai pajak bakal dilakukan secara otomatis dengan menggunakan aplikasi. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari reformasi perpajakan pada bidang sumber daya manusia.
Dengan perhitungan baru ini, maka tunjangan kinerja pegawai pajak di dalam satu kantor pajak bisa berbeda-beda jumlahnya. "Dampaknya, di dalam satu kantor, bisa saja orang yang sama-sama AR (account representative) tukinnya beda. Kalau dia jelek, tukin dia akan kalah," kata Yoga.
Berdasarkan lampiran Perpres Nomor 37 Tahun 2015, tunjangan kinerja tertinggi sebesar Rp117.375.000 untuk pejabat Eselon I seperti Dirjen Pajak, sementara paling rendah ialah Rp 5.361.800 untuk pelaksana.
Adapun mengacu pada revisi Perpres 37 Tahun 2015, yaitu Perpres Nomor 96 Tahun 2017 Pasal 3 Ayat 4, pembayaran tunjangan kinerja dapat diberikan maksimal 10% lebih rendah sampai dengan maksimal 30% lebih tinggi dari besaran tunjangan kinerja yang tercantum dalam lampiran Perpres 37 Tahun 2015. Namun, dengan memperhatikan keuangan negara.
Dengan revisi aturan tersebut maka tunjangan kinerja tertinggi bisa mencapai Rp 152.587.500 untuk pejabat eselon I, dan terendah Rp 4.825.620 untuk pelaksana.
Rumus Perhitungan Kinerja Pegawai Pajak
K x [(60% x CKO] + (40% x CKP)] x tukin Perpres 37
Keterangan
K : Karakteristik organisasi
CKO: Capaian Kinerja Organisasi
CKP : Capaian Kinerja Pegawai