Pengawasan Impor Baja hingga Plastik Digeser ke Luar Pelabuhan
Pemerintah melakukan deregulasi untuk menggeser pengawasan 21 komoditas yang terkena larangan dan pembatasan (lartas) impor ke post-border. Kementerian Perdagangan bakal melakukan pengawasan 2.642 kode Harmonized System (HS) di post-border, sementara 809 HS masih dipantau oleh petugas Bea Cukai di perbatasan.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, menyatakan pihaknya merevisi 21 Peraturan Menteri Perdagangan. Tercatat, 18 peraturan sudah diundangkan, 2 aturan masih menunggu tanda tangan Menteri Perdagangan, dan 1 aturan berada di tahap finalisasi.
Oke mengungkapkan, deregulasi lartas impor akan dimulai pada 1 Februari 2018. “Hal ini tidak lepas dari usaha pemerintah untuk memperbaiki peringkat kemudahan berusaha dengan amanat paket kebijakan ekonomi,” kata Oke dalam keterangan resmi, Jumat (26/1).
(Baca juga: Jokowi Yakin ASEAN-India Jadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan)
Secara rinci, 21 komoditas yang digeser pengawasan impornya adalah besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya, jagung, produk kehutanan, mutiara, ban, mesin multifungsi berwarna, mesin fotokopi berwarna dan printer berwarna, bahan baku plastik, pelumas, kaca lembaran, keramik, produk tertentu, intan kasar, produk holtikultura, hewan dan produk hewan, alat ukur, barang modal tidak baru, dan barang berbasis sistem pendingin. Dengan begitu, arus barang-barang tersebut di pelabuhan akan lebih lancar.
Oke menjelaskan, pemeriksaan atas pemenuhan syarat impor bakal dilakukan setelah melalui kawasan pabeanan. “Importir harus membuat pernyataan mandiri secara elektronik sebelum barang impor digunakan dan diperdagangkan, dan dipindahtangankan,” ujarnya.
Pernyataan dibuat lewat sistem elektronik yang disediakan Kementerian Perdagangan, yaitu Inatrade. Namun, pengusaha yang melakukan impor harus menyimpan dokumen persyaratan impor dan pemberitahuan impor barang dalam jangka waktu 5 tahun.
(Baca: Jokowi Minta India Turunkan Bea Masuk Sawit)
Alasannya, pengawasan bakal dilakukan secara berkala oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga. Pengawasan dicermati kesesuaiannya antara barang dan data yang tercantum dalam dokumen.
“Importir yang telah dikenakan sanksi pencabutan persetujuan impor tidak dapat mengajukan permohonan selama 2 tahun dan dimasukkan ke daftar importir dalam pengawasan,” jelas Oke.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan aturan baru untuk memudahkan Industri Kecil dan Menengah (IKM) mendapatkan izin impor. Ada 6 Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dan 1 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang diperbarui untuk menunjang Program Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, IKM selama ini kesulitan melakukan impor bahan baku atau barang penunjang produksi. Biasanya impor dilakukan secara borongan lewat industri besar yang mengakibatkan ketidakjelasan pasokan, bahkan menjadi ilegal.
“Impor ilegal dapat mengganggu penerimaan serta menyebabkan tidak dipenuhinya ketentuan-ketentuan tata niaga," kata Darmin, bulan lalu.