Konsumsi Masyarakat Lesu, Pertumbuhan Ekonomi 2017 Tertahan 5,07%

Michael Reily
5 Februari 2018, 14:59
Belanja diskon
Katadata | Agung Samosir

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun  2017 mencapai 5,07%. Ini di bawah target pertumbuhan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) yang sebesar 5,2 % dan cenderung stagnan serta hanya naik tipis dibandingkan tahun 2016 yang tumbuh 5,03%.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi tahun lalu disebabkan oleh adanya penurunan konsumsi rumah tangga secara tahunan (year -on- year) menjadi 4,95% dari 5,01% pada 2016. Secara kuartalan, konsumsi rumah tangga kuartal IV-2017 naik 0,01% dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi 4,97%.

“Konsumsi merupakan salah satu penyebab, banyak orang yang menahan uangnya sejak kuartal kedua 2017,” kata Suhariyanto di kantor BPS Jakarta, Senin (5/2).

Berdasarkan komponen pengeluaran tersebut, konsumsi rumah tangga berkontribusi 56,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2017. Karena itulah, pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu hanya dapat naik tipis dibandingkan tahun sebelumnya meski ada peningkatan investasi dan ekspor.

Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada tahun 2017 tumbuh 6,15%. Komponen ini berkontribusi 32,16% terhadap PDB. Pertumbuhan investasi ini ditopang oleh maraknya pembangunan infrastruktur dan investasi swasta seperti pengadaan mesin.

“Investasi merupakan salah satu kunci utama karena bisa menyerap tenaga kerja dan peningkatan pendapatan,” katanya.

Di tengah lesunya konsumsi masyarakat, pertumbuhan ekonomi tahun lalu juga ditopang oleh aktivitas ekspor barang dan jasa yang tumbuh paling tinggi yaitu 9,09%. Komponen ini berkontribusi 20,37% terhadap PDB tahun lalu.

“Harga komoditas secara umum mengalami peningkatan baik kuartal dan tahunan,” ujar Suhariyanto. Beberapa komoditas yang mencacatat kenaikan tahun lalu antara lain harga minyak mentah serta komoditas perkebunan seperti gula, kelapa sawit, kedelai, teh, beras, dan gandum.

Meski begitu, secara kuartalan, ekonomi kuartal IV 2017 tumbuh lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya, bahkan paling tinggi dibandingkan tiga kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,19%.

Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan  tertinggi tahun lalu dicatatkan sektor informasi dan komunikasi yang sebesar 9,81%. Kemudian diikuti sektor jasa transportasi dan pergudangan sebesar 8,49% dan jasa lainnya 8,66%.

Ekonom dari Bank Permata Josua Pardede menyatakan pertumbuhan ekonomi yang stabil di kisaran  5% dalam beberapa tahun terakhir akibat faktor melemahnya konsumsi rumah tangga. Meskipun harga komoditas cenderung naik kembali, kegiatan ekonomi di daerah-daerah penghasil komoditas tetap lemah.

"Pemerintah perlu fokus dalam re-industrialisasi khususnya mendorong investasi di sektor manufaktur dan sektor padat karya lainnya sehingga dapat meningkatkan produktivitas nasional dan daya saing di pasar internasional," ujarnya kepada Katadata, Senin (5/2).

Upaya pemerintah dalam mendorong sektor padat karya seperti pertanian dan perdagangan dinilai penting untuk menyerap tenaga kerja. Alhasil, akan meningkatkan daya beli masyarakat dan konsumsi.

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyoroti stagnansi pertumbuhan ekonomi 2017. Hal ini akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi sulit bergerak ke angka yang lebih tinggi pada tahun ini.

"Estimasi Indef tahun 2018 ekonomi hanya tumbuh 5,1%. Faktornya konsumsi rumah tangga masih stagnan di 4,9-5%. Pengaruh inflasi pangan dan tekanan harga minyak mentah yang tinggi dikhawatirkan memicu naiknya bbm dan tarif listrik," katanya.

Reporter: Ekarina
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...