Perusahaan Sukanto Tanoto Akhirnya Dapat Izin dari Kementerian LHK
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akhirnya memberikan izin atas Rencana Kerja Usaha (RKU) untuk perusahaan milik Sukanto Tanoto, PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Kementerian memberikan izin setelah RAPP bersedia membuat perencanaan kerja yang sesuai aturan yang telah ditetapkan.
"Mereka sudah memenuhi syarat serta merencanakan (RKU) sesuai regulasi," kata Menteri LHK Siti Nurbaya di Istana Negara, Selasa (6/2).
Setelah rencana kerja disetujui, kata Siti, RAPP wajib menyiapkan rencana kerja pemulihan lahan. Siti mengatakan salah satu laporan yang diterimanya mengenai penanganan lahan gambut di perusahaan tersebut.
"Mereka sudah lakukan konsultasi. Jadi langkah selanjutnya tinggal kami monitor dan periksa pelaksanaannya di lapangan," kata Siti.
(Baca: Pengadilan Tolak Gugatan Perusahaan Sukanto Tanoto atas SK Menteri LHK)
Kementerian LHK sempat menolak memberikan izin atas rencana kerja RAPP karena perusahaan tersebut tak memenuhi aturan yang berlaku. RAPP sempat memperkarakan kementerian dengan menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Perusahaan yang dimiliki pengusaha Sukanto Tanoto itu menggugat Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 5322/2017 yang berisi pembatalan atas RKU RAPP yang sebelumnya pernah diterbitkan. Majelis hakim menolak gugatan RAPP pada Kamis, 21 Desember 2017.
Majelis hakim menyatakan permohonan tersebut tidak dapat diterima karena tak memenuhi syarat formal. Usai keputusan ini, RAPP sempat berencana mengajukan banding. Namun, rupanya perusahaan ini memilih mengikuti permintaan Kementerian LHK.
Izin untuk 31 perusahaan
Sepanjang 2017, KLHK mencatat baru ada 31 dari 88 perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang telah mendapatkan pengesahan revisi RKU. Ke-31 perusahaan itu telah mendapat Rencana Pemulihan Ekosistem Gambut (RPEG) dan penetapan Titik Penaatan Tinggi Muka Air Tanah (TPTMAT).
Direktur Jenderal Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK M.R Karliansyah mengatakan, 31 perusahaan tersebut memiliki luasan sebesar 1,1 juta hektar. Angka tersebut sebesar 49,32% dari luas fungsi ekosistem gambut sebesar 2,24 juta hektar.
"Luasan tersebut terdiri dari fungsi lindung sebesar 717.583 hektar dan fungsi budidaya sebesar 387.542 hektar," kata Karliansyah di kantornya, Jakarta, Kamis (11/1).
(Baca: Menteri Siti Sebut Tidak Tepat RAPP Gugat SK Pencabutan RKU)
Menurut Karliansyah, 31 perusahaan HTI yang telah ditetapkan RPEGnya menyepakati pembangunan sekat kanal sebanyak 3943 unit. Mereka, lanjut Karliansyah, akan melakukan rehabilitasi vegetasi lahan gambut sebanyak 21.286 hektar dan suksesi alami seluas 518.418 hektar.
"Dari penerapan kebijakan perlindungan ekosistem gambut terjadi konversi hutan produksi yang dikonservasi menjadi hutan alam seluas 518.418 hektar yang akan berlangsung mulai tahun 2017-2026," kata Karliansyah.
Karliansyah menambahkan, saat ini masih ada 14 perusahaan HTI yang belum mendapatkan RPEG, namun telah melakukan penetapan TPTMAT melalui mekanisme Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER). Sebanyak 14 perusahaan ini memiliki luasan fungsi ekosistem gambut sebesar 679.962 hektar yang terdiri dari fungsi lindung 388.159 hektar dan fungsi budidaya 291.803 hektar.
"Perusahaan belum mengajukan dokumen RPEG karena sedang proses pengesahan revisi RKU," kata Karliansyah.
Dengan begitu, saat ini telah ada 45 perusahaan HTI telah menetapkan jumlah TPMAT, data logger, dan stasiun curah hujan melalui pembahasan teknis. 45 perusahaan tersebut telah merencanakan adanya 3.932 unit TPTMAT.
Untuk data logger, 45 perusahaan tersebut merencanakan pembentukan sebanyak 397 unit. Sementara, terdapat 169 stasiun curah hujan yang direncakan dibentuk.
Sementara, saat ini masih terdapat 43 perusahaan yang belum mengajukan dokumen RPEG ataupun usulan TPMAT. 43 perusahaan tersebut memiliki luas fungsi ekonomi gambut 455.417 hektar dengan fungsi lindung 177.138 dan fungsi budidaya 278.279 hektar.