Swasembada Garam Diprediksi Sulit Tercapai

Michael Reily
23 Februari 2018, 10:58
garam langka
ANTARA FOTO/Saiful Bahri
Petani panen perdana garam pada musim olah tahun ini di Desa Tanjung, Pademawu, Pamekasan, Jatim, rabu (5/7). Sejumlah petani garam yang menggunakan teknologi membranisasi di daerah itu melakukan panen perdana pada pekan pertama bulan Juli dari seharusnya

Sejumlah kalangan menilai target swasembada garam yang dicangkan pemerintah pada 2019 bakal sulit tercapai. Bermodal data panjang garis pantai saja tak cukup, sebab ada sejumlah faktor teknis lain yang menjadi kendala upaya mendorong peningkatan produksi garam. Dengan begitu, impor bakal tetap menjadi pilihan yang tak terhindarkan.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyangsikan target pemerintah terkait swasembada garam pada 2019 bakal tercapai. Pasalnya, pesisir pantai saat ini lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi lain.

Saat ini, Indonesia tercatat memiliki panjang garis pantai 99 ribu kilometer (km) dengan produksi garam nasional hanya sebesar 2,6 juta ton per tahun, sementara kebutuhannya mencapai 4 juta ton. Dengan demikian, modal garis panjang pantai terpanjang saja tak menjamin Indonesia bisa menjadi produsen garam terbesar dunia. “Sebab, tidak seluruh pantai dipakai sebagai ladang garam,” ujarnya di Jakarta, Kamis (22/2).

(Baca : Petani Klaim Produksi Garam Lokal Sudah Penuhi Standar Mutu )

Ia pun menuturkan, sebagian besar pesisir pantai justru dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi lain, seperti tambak dan pariwisata. Bahkan menurutnya, lebih mudah menemukan penginapan dibanding mencari ladang garam di pantai Indonesia.

Dengan demikian, jika Indonesia berkukuh pada target swasembada garam, maka harus opportunity cost yang dikorbankan untuk membuat tambak garam dibandingkan bangunan lain yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. “Persoalannya bukan hanya sekadar bisa produksi, faktor penting lain juga ada pada kualitas,” jelasnya.

Karenanya, dia meminta pemerintah agar bisa menentukan kebijakan yang tepat, dimana tak hanya menekankan pada keuntungan petani, tapi juga memperhatikan kebutuhan industri.

Selain itu, butuh kerja sama untuk memotong rantai pasok yang dinikmati oleh pemburu rente. “Kerja sama untuk melawan calo yang menikmati hasil tanpa melakukan apa-apa,” tutur Faisal.

Dengan gambaran tersebut, dia pun menilai impor garam menjadi opsi yang tidak bisa dihindari. Pasalnya banyak negara produsen garam, saat ini juga masih melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

(Baca: Pengusaha Makanan Sebut Mutu Garam Lokal Tak Sesuai Kebutuhan)

Menurut catatannya, Kanada dengan garis pantai 202.080 kilometer (km) sebagai yang terpanjang masih menjadi importir garam terbesar nomor 8 di dunia. Amerika Serikat (AS) pun menjadi importir garam terbanyak di dunia padahal menempati urutan garis pantai terpanjang ke-9 dengan 19.924 km.

Sementara India sebagai pemilik garis pantai nomor 20 mampu menjadi produsen terbesar ketiga dunia. Begitu juga dengan Tiongkok yang menempati urutan ke-12, bisa menjadi produsen nomor satu dunia. Meski begitu, ekspornya peringkat ke-10 dan impornya menjadi yang ketiga.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...