Waspadai Akun Robot Media Sosial di Tahun Politik
Media sosial merupakan salah satu instrumen kampanye yang efektif. Hanya, ada kalanya instrumen ini disalahgunakan untuk memanipulasi opini publik dengan tersebarnya hoax melalui akun-akun robot.
Gejala itu telah tampak di beberapa negara, dan harus diwaspadai potensinya untuk terjadi di Indonesia, terutama menjelang tahun politik. "Media sosial digunakan untuk mempengaruhi opini publik. Media konvensional membentuk opini publik dengan melakukan agenda setting," kata Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) Rudi Lumanto dikutip dari siaran pers Center for Strategic Development Studies (CSDS), Senin (12/3).
(Baca juga: Bawaslu Gandeng Facebook hingga Twitter untuk Lawan Hoaks Pilkada)
Selanjutnya, kebohongan yang diproduksi media konvensional itu diamplifikasi secara online dan didukung algoritma Facebook serta Twitter. "Di Rusia, 45 persen akun Twitter aktif ternyata robot, termasuk yang konon digunakan untuk mempengaruhi pemilihan umum di AS tahun 2016 hingga memenangkan Donald Trump dan menyingkirkan Hillary Clinton," kata Rudi.
Sedangkan di Taiwan, ribuan akun media sosial yang terkoordinasi tapi tidak sepenuhnya robot, digunakan untuk menyerang Presiden Tsai Ing-wen yang berbeda pandangan dengan pemimpin Tiongkok.
"Akun robot atau terkontrol itu menciptakan ilusi tentang popularitas dunia maya, termasuk isu yang dianggap penting dan genting," kata Rudi.
(Baca juga: Jelang Pilkada, Kominfo Bersihkan 9 Media Sosial dari Konten Negatif)
Kesimpulan itu, menurutnya didukung oleh hasil riset dari Samuel Woolley dan Philip Howard tentang propaganda komputasional berskala global. Riset itu mengamati penggunaan media sosial di sembilan negara yakni Rusia, Taiwan, Brazil, Kanada, China, Jerman, Polandia, Ukraina dan Amerika Serikat.