Pertamina Berpeluang Mundur dari Proyek LNG Grup Kalla di Bojonegara
PT Pertamina (Persero) mengkaji ulang keekonomian proyek terminal penampungan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di Bojanegara, Serang, Banten yang digagas PT Bumi Sarana Migas (BSM). Ini penting sebagai kelanjutan perusahaan pelat merah itu di proyek dari Grup Kalla tersebut.
Direktur Keuangan Arief Budiman mengatakan jika hasil kajian itu menunjukan proyek tidak ekonomis, Pertamina tidak jadi bergabung. "Sejauh yang saya tahu di Pertamina masih mengkaji ulang potensi pasarnya. Kalau proyeknya belum atau tidak ekonomis ya belum ke tahap berikutnya," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (7/5).
Arief pun belum mau merinci berapa besar porsi saham Pertamina di proyek itu nantinya. Awalnya, Pertamina mendapatkan hak kelola 15% di proyek tersebut.
Proyek ini sempat menjadi sorotan publik ketika rekaman Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir beredar. Rekaman ini awalnya diduga mengandung praktik ‘bagi-bagi fee proyek’.
Namun, hal itu dibantah Sofyan. Menurut Sofyan, percakapan itu terjadi pada 2016. Saat itu, sebenarnya orang nomor satu di PLN itu meminta saham di proyek tersebut. Pertimbangannya adalah PLN merupakan pembeli gas dari terminal penampungan LNG itu. Bahkan perusahaan listrik itu akan menyerap 60% gas hasil produksi di fasilitas tersebut.
Dengan memiliki saham di proyek tersebut, PLN akan tahu nilai investasinya dan harga pokok gas yang akan diserapnya. “Supaya saya bisa lebih efisien dan irit. Itu niat baik saja yang sangat di-support dan didukung bu Rini hari itu,” ujar Sofyan kepada Katadata.co.id, Senin (30/4).
Kemudian PLN meminta 30% saham di proyek terminal LNG itu kepada Menteri BUMN atau minimal 15%. Akan tetapi, PLN hanya memperoleh 7,5%.
(Baca: Heboh Rekaman Rini-Sofyan, Solihin Kalla Ungkap Peran Ari Soemarno)
Keputusan itu tidak bisa diterima PLN dan akhirnya memilih mundur dari proyek tersebut, termasuk menjadi pembeli gas. “Saya tidak mau. Kalau tidak salah dilanjutkan Pertamina. Awalnya memang kami dan Pertamina joint di situ,” kata Sofyan.
Proyek Terminal Regasifikasi LNG ini merupakan gagasan Grup Kalla yang kerjasamanya ditawarkan kepada Pertamina pada 2013. Bahkan, perusahaan ini telah menyiapkan lahan untuk pembangunan proyek tersebut. Lahan tersebut merupakan milik salah satu anak perusahaan Grup Kalla sejak tahun 1990-an.
Ketertarikan Grup Kalla membangun proyek ini diawali data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan kajian Wood MacKenzie mengenai prospek pasokan gas tahun 2013–2030. Data tersebut menunjukkan Jawa bagian barat akan mengalami defisit neraca gas karena berkurangnya dan akan habisnya cadangan gas dari Sumatera serta meningkatnya permintaan gas.
Setelah melalui diskusi dan kajian bisnis secara internal, Grup Kalla menunjuk konsultan teknik dari Jepang pada tahun 2013. Konsultan itu bertugas merancang bangun dan studi kelayakan Terminal Regasifikasi LNG. Hasil kajiannya menunjukkan lokasi tersebut sangat ideal dimanfaatkan sebagai Terminal Regasifikasi LNG di Darat (Land-Based Regasification Receiving LNG Terminal).
Atas dasar itulah, Grup Kalla mencari mitra untuk pembangunan proyek. Selain Pertamina, BSM telah bersepakat dengan mitra dari Jepang yang berpengalaman mengelola Terminal LNG dan distribusi gas pada awal 2015.