Tiongkok Tawarkan Kredit Pertanian, Pemerintah Ingin Bunga Maksimal 7%
China Development Bank (CDB) menawarkan kredit untuk peremajaan perkebunan di Indonesia. Namun, pemerintah ingin memastikan bahwa jika disepakati, bunga kredit tersebut tidak akan memberatkan petani.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah membatasi bunga kredit tersebut maksimal sebesar 7% per tahun. Tawaran tersebut disampaikan saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang, kemarin.
Luhut juga meminta supaya sistem permodalan dilakukan secara Business to Business (B to B) antara CBD dengan bank Nasional. “Kami minta supaya tidak antarpemerintah, supaya tidak berpengaruh terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia,” kata Luhut di Jakarta, Selasa (8/5).
(Baca: Pengusaha Minta Pemerintah Konsisten Melobi Sawit RI ke Pasar Dunia)
CDB memang berminat memberikan pinjaman untuk membiayai program peremajaan perkebunan sawit rakyat dan tanaman pangan. Hal tersebut telah dikonfirmasi oleh Menteri Koodinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Hanya, menurut Darmin, pemerintah masih mempertimbangkan tawaran dari institusi keuangan asal Tiongkok tersebut. “Memang ada keinginan mereka,” ujar Darmin, Maret lalu.
Penjelasan serupa datang dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Negosiasi pembiayaan yang akan disalurkan berkisar US$ 14 miliar - US$ 16 miliar atau sekitar Rp 200 triliun. Proses peremajaan tak hanya terpaku pada perkebunan sawit saja, melainkan terbuka untuk jenis komoditas lain seperti karet, kokoa, dan kopra.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan Franky O. Widjaja menjelaskan, jika proses negosiasi berjalan mulus maka bantuan pendanaan bakal disalurkan melalui program Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro). Bunga pinjaman ini diharapkan ringan yaitu sebesar 8%.
(Baca: Jokowi Bertemu Perdana Menteri Tiongkok Bahas Proyek Infrastruktur)
Skema pembiayaan yang direncanakan berdurasi jangka panjang. Harapannya, Indonesia bakal mendapatkan 4 tahun pembebasan pembayaran sambil menunggu tanaman bisa dipanen. Setelah itu, pengembaliannya dilakukan selama 8 tahun. Secara total, modal bisa dikembalikan dalam 12 tahun. “Tidak ada masalah tapi skemanya harus antarpemerintah (G2G).”