Luhut Sebut Parlemen Eropa Paham Dampak Sawit Bagi Kemiskinan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Parlemen Eropa telah mengetahui dampak dari perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hal ini dikatakannya, menjawab pertanyaan awak media soal kunjungannya ke Eropa dan Vatikan untuk membahas sawit.
"Saya kira sekarang Parlemen Eropa lebih tahu kelapa sawit dan biodiesel berhubungan dengan (penurunan) kemiskinan," kata Luhut di Jakarta kemarin.
(Baca: Bertolak ke Vatikan, Luhut Bahas Kontribusi Sawit untuk Perekonomian)
Dia juga mengklaim pembicaraan dengan parlemen Uni Eropa berlangsung dengan positif, hanya saja prosesnya berlangsung lambat. Langkah ini disebut sebagai upaya pemerintah melakukan lobi dalam rangka memulihkan citra positif komoditas sawit dan menghentikan wacana pelarangan produk turunan kelapa sawit khususnya biodiesel di Uni Eropa pada 2021.
Selain bertemu Parlemen Uni Eropa, Luhut juga bertolak ke Vatikan, Roma, Italia, untuk membahas persoalan yang membelit industri sawit di benua biru saat ini. Dalam kunjungannya ke Vatikan, Menko Luhut melaporkan sektor pertanian, terutama kelapa sawit yang telah berperan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja serta pengentasan kemiskinan petani Indonesia. Laporan disampaikan kepada Kardinal Peter Turkson dalam seminar bertajuk “Pemberantasan Kemiskinan Melalui Pertanian dan Perkebunan Demi Perdamaian dan Kemanusiaan".
(Baca: RI, Malaysia & Kolombia Kolaborasi Lobi Vatikan soal Larangan Sawit UE)
Konferensi ini menjadi forum dialog antar pemangku kepentingan mewakili pemerintah, organisasi non-pemerintah, akademisi dan pengusaha agrikultural termasuk sawit dan kelompok-kelompok masyarakat sipil. Luhut berharap, Vatikan bisa menjadi fasilitator untuk menyampaikan fakta yang lengkap mengenai industri kelapa sawit dari sudut pandang kemanusiaan dan pengurangan kemiskinan.
Dia menjelaskan sektor pertanian berkontribusi signifkan terhadap perekonomian Indonesia. Pada 2014, sektor pertanian telah mempekerjakan 40,12 juta orang atau 33 persen terhadap total keseluruhan tenaga kerja di Indonesia. “Pemerintah Indonesia telah menetapkan sejumlah kebijakan dan kerangka peraturan untuk memastikan perlindungan lingkungan dan sosial yang diterapkan dalam produksi sumber daya alam Indonesia yang diekspor,” kata Luhut.