Gejolak Kurs dan Harga Minyak Akan Gerus Keuntungan PLN
PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero) menghitung akan ada penurunan keuntungan tahun ini. Penyebabnya adalah gejolak nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (Rp) dan harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP). Di sisi lain, tak ada kenaikan harga listrik.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan ICP dan kurs adalah indikator untuk menentukan harga listrik, selain inflasi. Jadi, dengan dua indikator tersebut, harga tarif dasar listrik seharusnya sudah naik.
Saat ini kurs berada di level Rp 14.200 per dolar. Sedangkan harga ICP sudah melonjak di atas US$ 65 per barel, padahal asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 hanya US$ 48 per barel. "Harusnya tarif listrik naik, tapi komitmen pemerintah PLN kepada rakyat juga perlu dijaga," kata dia di Jakarta, Selasa (22/5).
Pelemahan nilai tukar rupiah ini juga ikut mempengaruhi PLN dalam membeli batu bara. Apalagi ada beberapa perusahaan yang masih belum menjual batu bara sesuai harga untuk jatah dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO).
Seperti diketahui, mengacu Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018, harga batu bara untuk pembangkit dalam negeri dipatok US$ 70 per metrik ton. "Sudah ada beberapa (yang memasok), tapi belum maksimal. Negosiasinya belum. Ada tarik ulur," ujar Made.
Sementara itu, PLN telah melakukan upaya lindung nilai (hedging). Ini untuk mengantisipasi memburuknya dampak nilai tukar.
Upaya lain yang dilakukan PLN untuk mengantisipasi dampak keuangan adalah menekan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik. Caranya dengan melakukan upaya efisiensi.
Hingga kini, Made belum mau merinci keuntungan yang akan turun akibat gejolak nilai tukar dan harga minyak. Namun tahun lalu, perusahaan listrik pelat merah ini hanya mampu membukukan laba bersih sebesar Rp 4,42 triliun, turun 45,7 persen dibandingkan perolehan laba tahun sebelumnya yang mencapai Rp 8,15 triliun.
(Baca: Hingga 2019, Harga Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Maksimal US$ 70)
Laporan keuangan PLN menunjukan tergerusnya laba PLN 2017 paling besar disebabkan oleh rugi selisih kurs yang mencapai Rp 2,93 triliun. Padahal, tahun sebelumnya PLN masih mendapatkan untung dari selisih kurs ini hingga Rp 4,19 triliun.
