Pengusaha Sapi Potong Sebut Sulit Bersaing dengan Daging Impor
Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) mengaku kesulitan bersaing dengan komoditas daging impor seiring dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah. Selain itu, kebijakan yang mewajibkan setiap impor sapi bakalan, juga harus disertai impor 20% sapi indukan dinilai telah membuat iklim usaha penggemukan sapi potong (feedlot) menjadi lesu.
Direktur Eksekutif Gapuspindo Joni Liano menjelaskan ada sejumlah perhitungan yang menjadikan dampak kebijakan impor sulit dilakukan. “Pemerintah telah membentuk harga daging kerbau beku dengan patokan Rp 80 ribu per kilogram,” kata Joni di Jakarta, Senin (4/6).
Dengan kebijakan itu, masyarakat menjadi lebih tertarik memilih daging kerbau beku yang harga jualnya lebih murah dibandingkan dengan daging sapi segar harganya sudah mencapai Rp 120 ribu per kilogram. Regulasi ini dinilai menyebabkan para pengusaha ternak sapi potong ragu untuk berbisnis.
(Baca : Ketergantungan Impor Daging Dituding Penyebab Lemahnya Peternak Lokal)
Padahal, menurutnya, peternakan sapi potong bisa memberikan efek domino pada tenaga kerja dan pertambahan pendapatan masyarakat. Dia mencontohkan, dengan mengimpor sebanyak 600 ekor sapi bakalan maka dibutuhkan waktu kurang lebih empat bulan untuk proses penggemukkan dengan biaya pakan Rp 35 ribu per hari. Alhasil, impor sapi bakalan memicu perputaran uang sekitar Rp 3,5 triliun di perdesaan. Selain itu, serapan tenaga kerja, bisnis Rumah Potong Hewan (RPH), transportasi, dan pertanian juga akan bertambah.
Gapuspindo mencatat, saat ini total kebutuhan daging nasional bisa mencapai sebanyak 663 ribu ton per tahun, sedangkan produksi nasional baru mencapai 51% dari total kebutuhan. Sehingga untuk memenuhi sebagian kebutuhan itu harus ditempuh pemerintah dengan cara impor. Tercatat, saat ini pemerintah telah membuka kuota impor sebanyak 750 ribu ekor sapi.
Upaya pengusaha mengikuti arahan kebijakan impor sapi bakalan dan sapi indukan juga diakui memiliki sejumlah kendala, salah satunya terkait biaya produksi atau biaya operasional yang bisa lebih besar.