Wajib Lapor Anies, Ketua Badan Pengelolaan Reklamasi Dipimpin Sekda
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membentuk Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta (BKP) lewat Peraturan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2018. Dalam peraturan gubernur tersebut disebutkan yang memimpin badan tersebut yakni Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta.
Pergub tersebut ditandatangani oleh Anies pada 4 Juni 2018 dan diundangkan pada 7 Juni 2018. Pergub tersebut mengatur tugas pimpinan untuk mengordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi BKP Pantura Jakarta. Ketua BKP juga wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi kepada Gubernur.
Pertemuan BKP Pantura ini paling sedikit satu bulan sekali yang wajib disampaikan kepada Gubernur. "BKP Pantura Jakarta menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan fungsinya serta rekomendasi kebijakan terkait reklamasi Pantura Jakarta, pengelolaan hasil reklamasi dan penataan kembali kawasan daratan pantai utara Jakarta secara berkala kepada Gubernur," bunyi peraturan gubernur tentang BKP.
(Baca juga: Usai Segel Pulau D, Anies Bentuk Badan Pengelolaan Reklamasi)
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya BKP mendapat pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). BKD juga dapat menggunakan narasumber, tenaga ahli, akademisi, pemerhati reklamasi dan perwakilan pemangku kepentingan.
Pembentukan BKP Pantura Jakarta ini mendapatkan kecaman karena dianggap sebagai langkah Anies melanjutkan pembangunan reklamasi. Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno saat dikonfirmasi mengenai kelembagaan BKP enggan memberikan pernyataan.
Sandiaga mengatakan soal pembentukan lembaga baru tersebut akan dijelaskan oleh Anies Baswedan. "Terima kasih atas usaha (bertanya) dan akan saya arahkan ke pak Anies," kata Sandiaga di bilangan Ancol, Jakarta Utara, Rabu (13/6).
(Baca juga: Alasan Anies Segel Properti Grup Agung Sedayu di Pulau D Reklamasi)
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengecam keras kebijakan Anies yang dianggap bentuk dukungan atas keberlanjutan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
"Setelah tidak melakukan pembongkaran, tapi hanya penyegelan bangunan di Pulau D hasil reklamasi, Anies-Sandiaga ternyata memutuskan untuk melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta," kata pengacara publik LBH Jakarta yang bergabung di Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora.
Berdasarkan catatan Koalisi, BKP ini untuk mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi.
Sedangkan fungsinya untuk mengkoordinasikan teknis reklamasi (pemanfaatan tanah dan pembangunan di pulau reklamasi, pemeliharaan lingkungan, pengendalian pencemaran), penataan pesisir (penataan kampung, permukiman, hutan bakau, relokasi industri), peningkatan sistem pengendalian banjir, fasilitasi proses perizinan reklamasi.
Selain itu akan menjalankan fungsi optimalisasi dan evaluasi atas pemanfaatan tanah Hak Guna Bangunan yang sudah ada oleh perusahaan mitra atau pengembang reklamasi.
(Baca juga: Digugat Konsumen Reklamasi, Pemprov Disebut Sebabkan Ketidakpastian)
Koalisi menyatakan Pergub Nomor 58 Tahun 2018 tersebut cacat hukum, karena merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang sudah dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.
Dalam Pasal 71 Perpres 54 Tahun 2008 tersebut disebutkan bahwa Keppres 52 Tahun 1995 yang terkait dengan penataan ruang dinyatakan tidak berlaku lagi.
Koalisi juga menilai proyek reklamasi Teluk Jakarta masih memiliki berbagai permasalahan seperti tidak adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) kawasan maupun regional, tidak adanya rencana zonasi (RZWP-3-K) dan rencana kawasan strategis, ketidakjelasan tentang lokasi pengambilan material pasir, hingga pembangunan rumah dan ruko di atas pulau reklamasi tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB).