Kemenhub Ancam Cabut Izin Rute Maskapai jika Harga Tiket di Luar Batas
Kementerian Perhubungan mengancam akan mencabut izin rute terbang maskapai yang menentukan harga tiket di luar batas yang sudah ditentukan. Batasan harga tiket itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 14 Tahun 2016.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso menyatakan memang ada kenaikan harga tiket. Namun, itu masih dalam batasan yang ditetapkan.
Jika, harga itu sudah di atas, pemerintah tak segan mencabut izin rute terbang maskapai tersebut. “Kalau ada agen nakal, pihak yang kami pegang adalah maskapainya, sehingga akan kami beri sanksi pencabutan izin rute terbang,” kata Agus di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Rabu (13/6).
Dalam aturan tersebut, harga tiket maskapai memang bervariatif. Sebagai contoh untuk rute Jakarta-Surabaya pemberangkatan Bandar Udara (Bandara) Soekarno-Hatta yang berjarak 667 kilometer (km) batas bawahnya Rp 557.000 dan paling mahal Rp 1,857 juta.
Agus berharap maskapai penerbangan berkompetisi dengan sehat dalam penentuan tarif. Selama ini beberapa maskapai berupaya memasang harga rendah ketika jadwal penerbangan tidak sibuk. Padahal, murahnya harga tiket bisa mempengaruhi ongkos operasional.
Penekanan harga itu dikhawatirkan dapat mempengaruhi biaya perawatan pesawat. Sementara itu, maskapai harus menjaga pelayanan supaya penerbangan terjadi dengan optimal.
Tarif yang rendah itu pun mempengaruhi keuangan perusahaan. Alhasil, saat jumlah permintaan naik, harga tiket ikut melambung. “Biasanya terjadi ketika permintaan meningkat saat menjelang Lebaran seperti sekarang,” ujar Agus.
Agus pun menginstruksikan seluruh bandara memasang pemberitahuan batas bawah dan batas atas tarif pesawat. Pemberitahuan bisa dipasang secara digital dalam panel layar besar atau spanduk dan papan pengumuman dalam bentuk fisik. Tujuannya supaya masyarakat mengetahui harga tiket pesawat yang dibayakan sesuai dengan batas tarif yang telah ditentukan.
Direktur Utama Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin menjelaskan maskapai yang menggunakan jasa AP II telah konsisten menerapkan tarif batas. Pemberitahuan juga telah dilakukan di 15 bandara yang dikelola AP II.
Akan tetapi, Awaluddin tetap mengimbau kepada masyarakat yang menggunakan jasa bandara AP II untuk melakukan pengaduan jika harga tiket yang dibayarkan tidak sesuai dengan tarif batas. “Silakan melakukan pengaduan, kami akan teruskan ke pihak regulator yaitu Kementerian Perhubungan,” kata dia.
Di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, juga sudah ada poster berisi batas tarif dari Cengkareng menuju 58 kota tujuan penerbangan domestik. Pemberitahuan diletakkan di seluruh terminal yang dikelola AP II sesuai dengan Permenhub 14 Tahun 2016.
Akbar Putra (28), seorang pengunjung Bandara Internasional Soekarno-Hatta, menjelaskan bahwa pemberitahuan yang dipublikasikan AP II tidak efektif. “Tulisannya tidak terlihat, orang jadi malas untuk mengecek,” ujar dia.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Pahala Mansury meminta Kementerian Perhubungan mengubah batasan tersebut karena kenaikan harga bahan bakar pesawat (Avtur) dan melemahnya kurs Rupiah. Kenaikan harga avtur saat ini telah membuat beban pengeluaran Garuda meningkat sekitar 33-35 persen.
Sedangkan melemahnya niai tukar rupiah telah mengakibatkan pendapatan perseroan turun sebesar 4 persen. Hal ini karena laporan keuangan Garuda ditulis menggunakan kurs dolar Amerika Serikat (AS). "Tarif batas bawah saat ini 30% dari tarif batas atas. Kami berharap bisa melakukan penyesuaian ke 40 %," kata Pahala Senin (11/6).
(Baca: Garuda Usulkan Kenaikan Tarif Penerbangan)
Senior Corporate Communications Manager Sriwijaya Air Agus Soedjono juga mengatakan dampak pelemahan rupiah dan naiknya harga bahan bakar avtur sangat mempengaruhi biaya operasional dan pendapatan perusahaan. Apalagi pelemahan rupiah saat ini sudah di atas prediksi perusahaan.
"Ilustrasinya, ongkos operasional kami bisa sampai 70% menggunakan Dolar Amerika Serikat. Padahal pendapatan kami dari rupiah," kata dia.
Untuk itu, batas tarif batas bawah perlu direvisi. Revisi tarif batas bawah ini pun dapat menghindari persaingan tidak sehat yang terjadi antarmaskapai.