Chevron Ajukan Ulang Proposal IDD
Chevron Indonesia mengajukan kembali proposal pengembangan Proyek Ultra Laut Dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD). Ini merupakan hasil revisi dari proposal yang pernah diajukan.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIgas) Wisnu Prabawa Taher mengatakan Chevron mengajukan proposal pengembangan Proyek IDD pada Jumat sore (29/6). “Secara singkat, usulan dari Chevron tersebut yakni revisi Plan of Development (PoD) IDD meliputi Wilayah Kerja Makassar Strait, Rapat dan Ganal,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Jumat (29/6).
Wisnu belum mau menyebut secara detail isi dari proposal yang diajukan tersebut. Detail proposal akan disampaikan setelah ada hasil pembahasan lebih lanjut.
Adapun usulan itu akan dibahas antara tim Chevron, SKK Migas, dan tim Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pembahasan dipimpin Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.
Di tempat terpisah, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan pengembangan Proyek IDD memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Ini karena proyek tersebut menggabungkan tiga wilayah kerja yang mempunyai masa kontrak berbeda.
Kontrak Blok Makassar Strait akan berakhir 2020. Sementara itu, Blok Rapak kontraknya berakhir 2027 dan Blok Ganal habis di tahun 2028.
Perbedaan masa kontrak ini juga membuat skema kontrak bervariasi. Jika mengacu aturan, skema setelah kontrak berakhir 2020, Makassar Strait harus menggunakan skema gross split. Sedangkan, Blok Ganal dan Rapak masih menggunakan skema yang memiliki cost recovery hingga kontrak berakhir.
Hal lainnya yang membuat kerumitan adalah sistem perpajakan. Skema cost recovery akan mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2017. Adapun, gross split menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2017.
Meski rumit, pemerintah tetap berupaya mencari skenario terbaik untuk pengembangan Proyek IDD, termasuk besaran biayanya. "Kami intinya mau harga yang make sense. Kalau tidak begitu akan kami tolak," kata Arcandra.
Sebelumnya, Arcandra menyatakan terdapat perubahan biaya proyek IDD dari nilai awal yang diajukan Chevron. Awalnya, menurut dia biaya proyek yang dikelola Chevron Indonesia itu bisa menjadi sekitar US$ 6 miliar.
Namun, ternyata perusahaan asal Amerika Serikat itu mengajukan angka yang berbeda dari rencana awal. Bahkan, Chevron mengajukan perubahan sampai tiga kali dalam waktu sehari. "Chevron berikan angka yang berubah dalam hitungan 24 jam," kata Arcandra di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (28/6).
Arcandra belum mau menyebutkan angka pasti yang diajukan Chevron. Namun, informasi yang diperoleh Katadata.co.id, angka yang diajukan Chevron di atas US$ 6 miliar. Alhasil, mereka harus memperbaiki proposal itu.
Pihak Chevron belum mau berkomentar mengenai hal itu. “Mohon maaf saya tidak bisa disclose proses yang sedang berlangsung dengan pemerintah,” kata Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs Chevron Indonesia, Yanto Sianipar, Kamis (28/6).
Chevron sebenarnya sudah mendapatkan persetujuan pengembangan proyek IDD tahun 2008. Dalam proposal PoD nilai investasinya sekitar US$ 6,9 miliar hingga US$ 7 miliar.
Namun, proposal itu kemudian direvisi karena harga minyak naik. Perusahaan asal Amerika Serikat itu kemudian mengajukan angka US$ 12 miliar di tahun 2013. Sayangnya proposal itu belum disetujui pemerintah.
(Baca: Arcandra: Biaya Proyek IDD Dipangkas Jadi Sekitar US$ 6 Miliar)
Akhir tahun 2015, Chevron kembali mengajukan revisi dengan nilai investasi US$ 9 miliar. Angka investasi itu dengan asumsi ada insentif investment credit di atas 100%. Proposal itu pun kembali ditolak Kementerian ESDM.