Indonesia Berupaya Pertahankan Insentif Tarif Bea Masuk Impor AS
Pemerintah terus melakukan lobi dan negosiasi terkait wacana penghapusan potongan atau insentif bea masuk impor (generalized system of preferences /GSP) atas sejumlah komoditas Indonesia oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).
Pemerintah AS saat ini tengah mengulas hambatan akses pasar dan investasi mereka di Indonesia. Termasuk pula mengevaluasi 124 produk ekspor asal Indonesia yang menerima pemotongan bea masuk impor.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyatakan ulasan GSP merupakan program rutin untuk memastikan penerima fasilitas insentif telah sesuai persyaratan pemerintah AS.
“Itu program rutin untuk memastikan eligibilitas sebuah negara penerima GSP sesuai kriteria AS,” kata Oke kepada Katadata, Selasa (10/7).
Dia menjelaskan ulasan AS terhadap negara penerima fasilitas insentif, seperti Indonesia, merupakan salah satu upaya pemerintah negeri Paman Sam mengurangi defisit perdagangannya. Indonesia saat ini merupakan satu dari daftar negara mitra dagang AS yang memiliki posisi neraca perdagangan surplus terhadap neraca dagang AS.
(Baca : Ancaman Pencabutan Potongan Bea Masuk Impor AS Tak Berdampak Besar)
Terkait hal tersebut, Oke mengaku pemerintah siap untuk membahas persyaratan tentang eligibilitas Indonesia sebagai penerima manfaat GSP dengan AS. “Setelah itu, baru kita bahas tentang komoditas,” ujarnya.
Dia pun sebelumnya mengatakan bahwa tim negosiator Indonesia siap bertolak ke AS pada akhir Juli nanti guna mengkaji kebijakan GSP. Hal itu sekaligus bertujuan agar fasilitas yang didapatkan Indonesia bisa tetap dipertahankan.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mengatakan AS melalui kebijakan GSP telah memberikan potongan tarif impor terhadap 3.500 produk dari total 13 ribu jenis komoditas di Indonesia dengan kategori A. Termasuk dalam kategori tersebut, sebagian merupakan produk agrikultur, produk tekstil, garmen, dan perkayuan.
Namun demikian, berdasarkan laporan GSP AS pada 2016, Indonesia hanya memperoleh manfaat GSP sebanyak US$ 1,8 miliar dari total ekspor Indonesia ke AS yang mencapai US$ 20 miliar. Sehingga tidak semua produk ekspor Indonesia memperoleh manfaat GSP AS.
"Sebagian besar produk ekspor unggulan Indonesia tidak memperoleh manfaat GSP. Sebaliknya, tidak semua produk yang mendapat fasilitas GSP diekspor oleh Indonesia ke AS," kata Shinta dalam keterangan resminya.
(Baca : Jokowi Rapatkan Kabinetnya Antisipasi Ancaman Perang Dagang Trump)
Meski demikian, dia menilai GSP AS sebagai proses penting untuk menjaga hubungan perdagangan strategis Indonesia-AS agar saling menguntungkan. Selain membantu daya saing beberapa produk ekspor Indonesia, dia juga menilai pemberian GSP AS kepada Indonesia dibutuhkan oleh pelaku usaha dan konsumen AS.
Namun demikian GSP AS untuk Indonesia akan diberikan hingga Indonesia sudah melampaui ambang batas Competitive Need Limitation (CNL) hingga periode program GSP berakhir pada 31 Desember 2020. Karena itu, Indonesia tengah dalam dua proses pengulasan oleh pemerintah AS.
Pertama, ulasan terkait kelayakan Indonesia dalam memperoleh fasilitas GSP. Dalam ulasan ini pemerintah AS juga berkoordinasi dengan United States Trade Representative (USTR).
Sementara yang kedua adalah ulasan terhadap produk-produk Indonesia yang akan diberi potongan bea masuk oleh pemerintah AS yang juga merupakan kegiatan ulasan tahunan yang dikoordinasikan dengan United States International Trade Commision (US ITC).
(Baca: Soal Ancaman Tarif, Indonesia Siap Lobi AS dan Tempuh Jalur Negosiasi)
Ulasan tahunan terhadap produk GSP sudah dilakukan pada Januari-April 2018 dan sudah selesai dilakukan meskipun belum ada pengumuman lebih lanjut terkait perubahan produk yang akan diberikan manfaat GSP untuk Indonesia.
Sedangkan untuk ulasan kelayakan Indonesia untuk memperoleh GSP masih berlangsung dan sedang dalam tahap dengar pendapat publik (public hearing) hingga 17 Juli 2018. Proses review ini dijadwalkan akan berlangsung hingga akhir tahun 2018.
Apabila proses review kelayakan ini merekomsendasikan Indonesia tak layak menerima GSP AS, maka Indonesia akan kehilangan manfaat GSP segera setelah rekomendasi tersebut ditetapkan oleh Presiden AS Donald Trump. Adapun seluruh produk ekspor Indonesia ke AS yang semula menerima fasilitas potongan bea masuk impor akan dikenakan bea masuk normal (MFN) oleh AS seperti sebagian besar produk ekspor Indonesia ke AS.