Polemik Gugatan Masa Jabatan Cawapres dan Potensi JK Maju Pilpres

Dimas Jarot Bayu
24 Juli 2018, 09:41
Presiden Bertemu Pimpinan Lembaga Negara
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Gugatan uji materi terkait masa jabatan wakil presiden dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu kembali bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah gugatan serupa ditolak MK pada akhir Juni lalu, permohonan anyar ini datang dari Perindo dengan landasan kedudukan hukum (legal standing) sebagai partai politik peserta Pilpres 2019.

Perindo menggugat pasal 169 huruf n UU Pemilu yang menjelaskan capres-cawapres bukan orang yang pernah menjadi presiden atau wapres sebanyak dua kali masa jabatan. Gugatan ini makin diperkuat dengan dukungan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK sebagai pihak terkait.

Pasal itu menjadi halangan JK bila hendak maju kembali sebagai cawapres pada Pemilihan Presiden 2019. Sebab JK pernah menjabat sebagai wapres dua kali yakni pada periode 2004-2009 mendampingi Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan periode 2014-hingga sekarang sebagai wapres bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Selama ini JK menyatakan enggan maju kembali dalam Pilpres 2019 mendampingi Jokowi karena terhalang aturan. Namun, sikap JK terlihat berubah dengan menjadi pihak terkait dalam gugatan Perindo. 

(Baca juga: Jusuf Kalla Dukung Gugatan Pembatasan Masa Jabatan Wapres)

Kuasa hukum Irmanputra Sidin, menyatakan JK mengajukan diri sebagai pihak terkait karena pembatasan masa jabatan sebenarnya hanya ditujukan kepada pemegang kekuasaan, yakni presiden.

Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai keterlibatan JK sebagai pihak terkait membuat gugatan masa jabatan wapres berpeluang dikabulkan MK. Sebab, argumentasi JK dinilai cukup logis dan rasional.

Refly mengatakan, masuk akal jika JK mengatakan tak perlu ada pembatasan masa jabatan wapres lantaran bukan pemegang kekuasaan. Sebab, hal tersebut memang tercantum dalam Pasal 4 UUD 1945.

"Berdasarkan interpretasi yang sistematis dan kontekstual kontemporer seperti itu masuk akal kalau dia bilang tidak perlu membatasi masa jabatan wapres," kata Refly ketika dihubungi Katadata.co.id, Senin (23/7).

Potensi penyalahgunaan kekuasaan

Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti tak sependapat dengan pernyataan Refly. Bivitri menilai argumentasi JK tak tepat lantaran Pasal 7 UUD 1945 sudah jelas dan tak perlu ditafsirkan berbeda.

Halaman:
Editor: Yuliawati
    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...