PLN Butuh 440 Ribu Minyak Nabati untuk Penerapan B20
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) sudah menghitung kebutuhan minyak nabati yang akan dicampur ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) atau biodiesel 20% (B20). Kebijakan ini akan berlaku 1 September 2018.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali, dan Nusa Tenggara PLN Djoko Rahardjo Abu Manan mengatakan dalam setahun, perusahaannya membutuhkan 2,2 juta kiloliter (KL) Bahan Bakar Minyak (BBM). Jika B20 diterapkan maka 20% dari 2,2 juta KL liter ini harus dicampur minyak nabati.
Alhasil, PLN membutuhkan sekitar 440 ribu minyak nabati (Fatty Acid Methyl Esters/FAME) untuk penerapan B20. “Itu untuk 1 September 2018 sampai 1 September 2019,” kata Djoko di Jakarta, Kamis (24/8).
Kebutuhan ini meningkat dibandingkan tahun lalu. Tahun 2017, perusahaan listrik pelat merah ini hanya menyerap minyak nabati 294 ribu kiloliter. Kemudian hingga Juni tahun ini hanya 115 ribu kiloliter.
Menurut Djoko, serapan itu juga tergantung pemasoknya. Selama ini, pemasok bahan bakar minyak untuk PLN adalah PT Pertamina (Persero), PT AKR Corporindo Tbk dan PT Kutilang Paksi Mas (KPM).
Saat ini, PLN juga sebenarnya sudah menggunakan campuran minyak nabati sebesar 30% untuk BBM. Itu karena BBM yang tersedia di pasar B30.
Meski begitu, tidak semua pembangkit PLN bisa menggunakan B20. Khususnya, untuk pembangkit yang awalnya berbahan bakar gas. Pembangkit itu berubah menjadi berbahan bakar minyak setelah kehabisan pasokan gas.
Namun, dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 66 tahun 2018, semua pemasok sudah harus siap menyediakan B20, meskipun secara persentase penggunaan minyak nabatinya turun. “Nanti 1 September B20. Sebenarnya secara persentase turun, tapi harus ada di seluruh Indonesia. September kan sudah pasti, sudah ada denda,” ujar dia.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan sanksi itu dikenakan ke pemasok minyak nabati dan penyalur bahan bakar yang sudah dicampur BBN 20%. Denda itu pun bervariasi, mulai dari membayar sejumlah uang hingga pencabutan izin usaha.
Jadi, perusahaan akan dikenakan sanksi Rp 6.000 per liter. Kemudian diberi peringatan. Jika tiga kali peringatan tetap tidak patuh, akan ada sanksi yang lebih berat. “Kan peringatan dan denda. Kalau masih tidak patuh ya nanti dicabut izinnya," kata Djoko di Jakarta, Kamis (23/8).
(Baca: Pemerintah Kaji Pelonggaran Mandatori B20 untuk Freeport dan PLN)
Saat ini, pemerintah juga mengevaluasi untuk memberi kelonggaran dalam penerapan B20. Pertama untuk alutsista (alat utama sistem pertahanan), beberapa pembangkit milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) dan PT Freeport Indonesia.