Bank Ramal Nasabah Resah soal Keterbukaan Data tapi Cuma Sementara
Perluasan akses pertukaran informasi perpajakan antarnegara dapat meresahkan nasabah bank yang notabene wajib pajak (WP). Tapi perbankan menyatakan respons ini bersifat sementara. Saling suplai data antarnegara juga diyakini tidak berpengaruh terhadap kinerja bank.
Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Anggoro Eko Cahyo menuturkan, sekalipun muncul kekhawatiran nasabah atas penerapan Automatic Exchange of Information (AEoI) hanya terjadi pada periode awal sosialisasi saja.
“Sebenarnya, biasanya kekhawatiran itu muncul pada awal saja. Orang mungkin merasa, kok uangnya diketahui. Tapi ini tidak ada (dampak kepada kinerja bank),” katanya, di Jakarta, Selasa (28/8).
Pelaksanaan AEoI mulai September 2018 dapat memicu nasabah besar mengurangi jumlah simpanannya di bank supaya tidak menjadi konsumsi petugas pajak. Apabila keresahan semacam ini meluas dapat berpengaruh terhadap kinerja penghimpunan dana.
Namun menurut Anggoro, kondisi itu tidak perlu terjadi. Selama aset yang disimpan di bank wajar maka nasabah tidak perlu resah hingga menarik simpanan. Sikap sembunyi-sembunyi WP justru bisa menimbulkan asumsi tendensius otoritas pajak.
“Sebenarnya kalau masyarakat tidak ada yang disembunyikan kenapa mesti khawatir. Kalau transaksinya wajar-wajar saja, kenapa khawatir? Ini untuk masyarakat pada umumnya ya,” tuturnya.
(Baca juga: Penerimaan Pajak Lampaui Separuh Target, Kepatuhan WP Kuncinya)
Dua tahun selepas diterapkan, AEoI akan ditinjau kembali pelaksanaannya oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Saat ini, total ada 146 yurisdiksi yang berkomitmen melaksanakan pertukaran data keuangan, dari jumlah ini 79 yurisdiksi menyatakan siap sebagai partisipan.
Pada awalnya, setiap yurisdiksi setuju informasi yang dapat dipertukarkan hanya rekening keuangan si wajib pajak. Informasi rekening meliputi identitas pemilik rekening, identitas rekening, identitas lembaga keuangan, saldo akhir rekening, dan pendapatan atau penghasilan pemilik rekening.
Cakupan AEoI lalu diperluas menyentuh pemungutan atau pemotongan pajak oleh pihak ketiga di dalam maupun luar negeri, plus keterangan dokumen per negara (Country by Country Report/CbCR). Alhasil, Ditjen Pajak Kemenkeu lebih leluasa menghimpun profil wajib pajak termasuk WP Indonesia yang mendapatkan pendapatan dari luar negeri.
Senada dengan BNI, PT Bank Tabungan Pensiuan Nasional Tbk. (BTPN) mengutarakan bahwa sekalipun cakupan data di dalam AEoI diperluas tetapi perseroan yakin takkan mengganggu penghimpunan dana pihak ketiga (DPK).
Direktur Keuangan dan Dana BTPN Arief Harris Tandjung menyatakan, dampak pertukaran informasi keuangan antarnegara terhadap kinerja bank tidak seberapa. “Sosialisasinya juga sudah cukup lama. Kekhawatiran nasabah awalnya ada tapi sekarang semua sudah mendapatkan info yang cukup,” ujarnya.
Pelaksanaan AEoI antarnegara bertujuan supaya pemerintah lebih leluasa melacak potensi pajak di luar negeri. Sistem ini memungkinkan dilakukan pertukaran informasi rekening WP lintas negara.