Seniman Turut Bertugas Memberi Pendidikan Seni kepada Publik
Sikap dan penilaian keliru masyarakat terhadap karya seni merupakan hal wajar. Pasalnya, sebagian dari mereka mungkin awam terhadap kesenian. Oleh karena itu, para pegiat seni memiliki tugas untuk ikut meluruskan kekeliruan yang ada.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Yayasan Design + Art Indonesia Harry Purwanto kepada Katadata.co.id, Rabu (31/10). "Ketika ada yang tidak paham lalu kita judge, padahal kita yang mengerti juga tak pernah kasih tahu mereka bagaimana seharusnya," ujar dia.
Sejalan dengan pemahaman itu, Yayasan Design + Art Indonesia menghelat Indonesia Contemporary Art & Design (ICAD) pada 18 Oktober - 30 November 2018 di Hotel Grandkemang, Jakarta Selatan. Pameran ini tidak berlangsung di museum karena ingin mendekatkan seni kepada masyarkat umum.
(Baca juga: Membuka Celah Pasar untuk Karya Seniman Difabilitas)
Bentuk apresiasi publik yang keliru terhadap karya seni salah satunya terjadi pada Mei 2018. Perkara yang sempat viral di jagad maya ini terkait dengan pameran karya Yayoi Kusama berjudul Life is the Heart of a Rainbow di Museum Macan, Jakarta.
Hadir sekitar 130 karya Yayoi di dalam pameran tersebut dan ribuan pengunjung datang sehari-hari. Banyaknya kunjungan berimbas kepada kerusakan sejumlah karya lantaran pengujung sembrono ketika melakukan swafoto untuk diunggah ke media sosial.
Kepala Program Publik dan Edukasi Museum Macan Aprina Murwanti menyatakan, laman media sosial sebetulnya menjadi medium dialog langsung antara seniman dan penyelenggara pameran dengan para pengunjung. "Kami tetap mengapresiasi unggahan di media sosial itu," katanya.