Neraca Dagang Defisit Besar, Kurs Rupiah Mampu Menguat Tipis
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir neraca perdagangan kembali mengalami defisit besar US$ 1,82 miliar pada Oktober, berbalik dari surplus US$ 227,1 juta pada September lalu. Meski data tersebut negatif, namun nilai tukar rupiah mampu menguat.
Mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah diperdagangkan di kisaran Rp 14.742 – 14.782 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan di pasar spot, Kamis (15/11), hingga saat berita ini ditulis. Kisaran ini lebih kuat dibandingkan level penutupan sehari sebelumnya yang sebesar Rp 14.786 per dolar AS.
Penguatan tersebut sejalan dengan mata uang Asia lainnya. Saat berita ini ditulis, peso Filipina tercatat menguat paling besar 0,49%, diikuti won Korea Selatan 0,45%, dolar Singapura 0,24%, yuan Tiongkok 0,22%, rupee India 0,21%, dolar Taiwan 0,19%, baht Thailand 0,17%, rupiah 0,16%, ringgit Malaysia 0,15%, yen Jepang 0,09%, dan Hong Kong dolar 0,01%.
Pergerakan ini seiring dengan pelemahan dolar AS atas mata uang utama dunia lainnya. Hal itu tercermin dari indeks dolar AS (DXY index) yang bergerak turun dari level 97 ke 96. Saat berita ini ditulis, nilai tukar euro tercatat menguat 0,24% terhadap dolar AS.
Adapun selain rilis neraca perdagangan, pelaku pasar juga bakal disuguhkan oleh pengumuman bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) pada Kamis (14/11) siang ini. Para ekonom menduga bunga acuan masih akan dipertahankan tetap 5,75% seiring dengan arus masuk dana asing yang berlanjut ke pasar saham dan obligasi, serta stabilnya nilai tukar rupiah beberapa waktu belakangan.