Setelah Ahok Terpenjara, Antipemerintah Jadi Motif Kuat Reuni 212

Dimas Jarot Bayu
17 November 2018, 05:47
Aksi 212
Arief Kamaludin|KATADATA
Ribuan umat Islam melaksanakan salat Jumat saat Aksi Bela Islam III membludak hingga ke jalan MH Thamrin, Jakarta.

Basuki Tjahaja Purnama sudah divonis dua tahun penjara pada Mei 2017 lalu setelah serangkaian demo besar-besaran dengan puncaknya melalui gerakan 212. Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017 ini dituding menistakan agama. Walau target sudah tercapai, kelompok ini tetap membangun aksi.

Sekitar dua pekan mendatang, mereka akan menggelar reuni 212 di Monumen Nasional, Jakarta pada Minggu (2/12). Rencana demo itu diklaim bakal dihadiri 3-4 juta orang dari berbagai wilayah Indonesia. (Baca juga: Nyanyian "Prabowo Presiden" Bergema di Aksi Bela Tauhid Jilid II).

Advertisement

Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Maarif bahkan mengatakan sudah ada beberapa kelompok yang menyewa gerbong kereta dan membeli tiket pesawat untuk menghadirinya. Unjuk massa itu dipastikan berlangsung meski tujuan awal menuntut Gubernur DKI Jakarta yang biasa disapa Ahok itu terpenuhi.

Peneliti dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Luthfi Assyaukanie menilai diselenggarakannya Reuni 212 pada 2018 tak hanya karena masalah Ahok. Gerakan tersebut dilakukan karena semangat anti kepada pemerintahan Joko Widodo terus dipelihara. “Itu akumulasi ketidaksukaan terhadap pemerintahan Joko Widodo,” kata Luthfie di Whizz Hotel, Jakarta, Jumat (16/11).

Ketidaksukaan tersebut muncul di sebagian massa didorong alasan keyakinan. Sebagian lainnya, Luthfie melanjutkan, tak suka karena Jokowi dan Ahok sempat memotong beberapa dana yang mengalir ke organisasi massa Islam. 

Lebih dari itu, dia juga menilai ada kepentingan politik pragmatis yang masuk ke dalam gerakan ini. Beberapa aktor memainkan tema-tema kepedihan. Mereka kerap mengendalikan emosi massa dengan mengangkat tema-tema kondisi masyarakat yang semakin buruk akibat dipimpin Jokowi. Misalnya, hidup makin susah, ekonomi amburadul, dan politik makin kacau. “Ini yang disebut Jokowi sebagai politik genderuwo,” kata Luthfie.

Dosen Filsafat Universitas Indonesia Donny Gahral Adian pun sependapat. Isu penistaan agama yang dilakukan Ahok hanyalah payung dari berbagai masalah lain yang ada sejak Jokowi dilantik sebagai presiden. “Ada isu asing, pribumi-nonpribumi, dan lain sebagainya. Ada satu persenyawaan isu yang sudah hadir lama di pemerintahan Jokowi,” kata Donny.

Isu tersebut beresonansi dengan kegelisahan kelas menengah Islam perkotaan di Indonesia yang haus identitas. Menurut Donny, gerakan 212 memberikan isu kepada kelas menengah Islam perkotaan untuk diperjuangkan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement