Kemelut Reverse Stock, Bakrieland Siapkan Opsi Tukar Utang dengan Aset
Rencana restrukturisasi utang PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) melalui skema penggabungan saham (reverse stock split) masih terhambat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perlawanan dari investor retail. Jika aksi korporasi ini gagal, perseroan menyiapkan opsi debt to asset swap alias menukar utang dengan aset.
Presiden Direktur Bakrieland Ambono Januarianto mengatakan, perusahaan bisa saja melakukan alternatif lain pembayaran utang dengan menggunakan aset perusahaan. Namun, opsi membayar utang dengan aset dapat membuat perusahaan mengalami kerugian yang lebih besar lagi.
"Seperti tahun 2013 dengan Bank BII (sekarang Maybank) adalah asset settlement tapi ruginya besar, bebannya memang tidak ada. Itulah restrukturisasi yang akan dilakukan," kata Ambono dalam Public Expose di Aston Rasuna, Jakarta, Senin (19/11).
Perusahaan memiliki utang kepada perusahaan investasi PT Geo Link Indonesia senilai Rp 313 miliar yang akan jatuh tempo pada Desember 2018. Utang tersebut rencananya akan direstrukturisasi dengan dikonversi menjadi kepemilikan saham. Namun, Geo Link meminta perseroan menggabungkan saham terlebih dahulu sebelum konversi utang menjadi saham dilakukan.
"Mereka meminta Bakrieland membayar dengan saham yang bisa diperdagangkan," kata Ambono. Pasalnya, sejak lama harga saham Bakrieland stagnan di Rp 50 sehingga perdagangan sahamnya tidak likuid. Oleh karena itu, Geo Link meminta saham tersebut digabungkan dengan rasio 10:1 sehingga harga saham akan menjadi Rp 500.
Penggabungan saham yang direncanakan sejak Juni lalu itu belum terealisasi karena OJK menilai perusahaan belum menyerahkan dokumen yang lengkap. "Dokumen tertentu kita cap rahasia. Isinya mengenai perjanjian dan lain-lain," kata Ambono. Setelah menyerahkan dokumen tersebut, Bakrieland berharap OJK segera memberikan izin untuk pelaksanaan RUPSLB perseroan.
Rencana reverse stock split tersebut bisa saja gagal terwujud jika OJK tidak memberikan izin RUPSLB hingga jatuh tempo pembayaran utang kepada Geo Link, Desember mendatang. Faktor lain yang bisa menggagalkan aksi korporasi ini adalah tidak tercapainya kuota jumlah investor yang setuju dengan penggabungan saham.
(Baca: Bakrie & Brothers Restrukturisasi Utang Rp 10,48 Triliun)
Penolakan Investor Retail
Seperti diketahui, rencana penggabungan saham Bakrieland mendapat penolakan dari investor retail. Bahkan mereka membentuk Forum Investor Penolak Reverse Stock ELTY (Forty). Menurut Forty, penggabungan nilai saham dapat membuat perusahaan dan investor merugi karena harga saham dikhawatirkan kembali turun ke Rp 50 pasca penggabungan.
Meski begitu, salah satu investor retail bernama Deny mengatakan tidak mempermasalahkan adanya reverse stock split. Hanya saja, skema tersebut harus dibarengi dengan rencana jangka perusahaan agar reverse stock split tidak menjadi sia-sia. Namun melihat komunikasi antara pemegang saham retail dengan direksi yang tidak berjalan dengan baik, Deny mengatakan, sebaiknya ada alternatif rencana lain. "Sudah jalan Tuhan reverse stock split tertunda-tunda. Cari alternatif lah," kata Deny kepada direksi Bakrieland dalam paparan publik itu.
Ambono mengakui, pembayaran utang ini memiliki dua sisi. Jika menggunakan skema reverse stock split, pemegang saham retail yang akan terkena dampaknya. Adapun jika perusahaan menggunakan skema pertukaran utang dengan aset, kinerja perusahaan yang akan terpengaruh.
Saat ini, Bakrieland terus melakukan negosiasi dengan kreditur tersebut demi menghindari perusahaan gagal bayar utang (default). Menurut investor, tidak masalah jika perusahaan gagal bayar karena masih ada opsi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan melakukan negosiasi dengan kreditur. Namun, Ambono mengatakan, lebih baik melakukan pembicaraan dari sekarang daripada ketika sudah masuk proses PKPU.
(Baca: Restrukturisasi Utang, Bakrie Brothers Jual Saham Baru Rp 9,3 Triliun)