Antisipasi Ancaman Terorisme, TNI Persiapkan Perang Kota
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto memerintahkan satuan-satuan tempur TNI untuk mengembangkan kemampuan perang kota untuk mengantisipasi ancaman terorisme. Strategi perang kota diperlukan mengingat ancaman terorisme saat ini telah memasuki skala menengah.
Hadi mengatakan, hal ini telah disampaikan langsung ke berbagai kesatuan TNI, seperti Korps Pasukan Khusus (Kopassus), Korps Marinir, hingga Komando Cadangan Strategis (Kostrad). Taktik perang kota berbeda dengan pertempuran di hutan sehingga memerlukan persiapan dan perlengkapan khusus.
"Kalau perang di hutan, musuhnya jelas. Ketika perang kota, yang dihadapi ada masyarakat, ada teroris itu sendiri," kata Hadi saat konferensi pers usai Rapat Pimpinan Nasional di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (16/1).
Hadi memberikan contoh mengapa konsep perang kota perlu dikembangkan. Dia merujuk pada operasi tentara Amerika Serikat (AS) di Mogadishu, Somalia yang berujung pada kegagalan. Namun sebaliknya, ada operasi yang berhasil seperti operasi militer Filipina di Marawi."Ini yang saya harus sampaikan kepada pasukan TNI agar menyiapkan diri perang kota," kata dia.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam perang kota adalah teknologi nano. Selain itu penggunaan senjata tidak mematikan (non lethal weapon) juga perlu menjadi perlengkapan yang harus segera digunakan TNI. "Apakah dengan membuat frekuensi suara tinggi, kemudian dengan peralatan yang menggunakan sinar infra merah," kata mantan Kepala Staf Angkatan Udara tersebut.
Pertengahan tahun lalu, pemerintah akan mengaktifkan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) dalam membantu pemberantasan terorisme. Koopssusgab merupakan gabungan dari tiga pasukan elite milik Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ketiganya adalah Sat-81/Gultor milik Kopassus, Satbravo 90 milik Komando Pasukan Khas TNI Angkatan Udara, serta Detasemen Jalamangkara Angkatan Laut.
(Baca: Kapolri: Aksi Terorisme Meningkat Selama 2018)
Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan, keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme tergantung besar aksi teroris itu sendiri. Apabila spektrum terorisme tersebut berskala menengah menuju besar maka TNI akan segera masuk dan dilibatkan. Menurutnya, isu terorisme saat ini sudah dalam skala menengah.
Bukan hanya untuk mengantisipasi terorisme, Hadi juga mengatakan, TNI akan diturunkan dalam upaya kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana. TNI akan menambah satu kapal Landing Platform Dock (LPD) sebagai bentuk kesiagaan bencana. Sebelumnya, TNI Angkatan Laut telah memiliki kapal rumah sakit, yakni KRI Soeharso.
Masih soal bencana, Hadi juga memastikan, TNI AL akan terus berpatroli untuk menjaga alat deteksi tsunami agar tidak hilang. "Berdasarkan kajian ahli di mana patahan besar (megathrust) itu (mulai) di Mentawai, Selat Sunda, hingga Bali dan Nusa Tenggara Timur," kata Hadi.
(Baca: Kepala BNPB Usulkan Alat Deteksi Dini Bencana Dijaga TNI)