TKN: #UninstallBukalapak Bukti Pendukung Jokowi Semakin Militan
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyebut ramainya #UninstallBukalapak di Twitter yang merupakan respons terhadap cuitan Bos Bukalapak Achmad Zaky menunjukkan militansi pendukung pasangan calon nomor urut 01 tersebut semakin kuat. TKN juga mengklaim keunggulan Jokowi-Ma'ruf di media sosial mencapai 60%.
Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto mengatakan, respons warganet terhadap pernyataan Achmad Zaky merupakan respons yang murni, bukan karena pengaruh dari tim sukses Jokowi-Ma'ruf. Ia juga meminta semua pihak berhati-hati dengan militansi seperti ini. "Militansi pendukung Pak Jokowi semakin kuat," kata Hasto dalam sesi konferensi pers di Rumah Cemara, Jumat (15/2).
Menurutnya, dukungan kepada Jokowi dan Ma'ruf semakin terlihat dengan keunggulan pasangan tersebut di media sosial yang mencapai 60%. Selain itu, indikasi meningkatnya militansi pendukung Jokowi terlihat pasca provokasi yang dilakukan kubu paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Contohnya, pembukaan markas Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga di Solo yang berada hanya sekitar 300 meter dari kediaman Jokowi. "Mungkin mereka tidak paham nilai Indonesia atau terlalu lama di luar negeri," kata Hasto.
Sudah Dimaafkan
Meski demikian, TKN memaafkan Zaky apalagi yang bersangkutan sudah mengklarifikasi cuitannya. Hasto juga memastikan Jokowi saat ini mendorong riset dan ke depan pemerintah akan membentuk Badan Riset Nasional sebagai bukti keseriusannya. "Tapi data yang dipakai (Zaky) juga data lama," kata Hasto merujuk data 2016 yang digunakan Zaky dalam cuitannya.
Dalam cuitannya melalui akun @achmadzaky, ia mengatakan, anggaran riset dan pengembangan (research and development/R&D) di Indonesia sangat rendah. Achmad Zaky menyebutkan anggaran R&D di Indonesia hanya US$ 2 miliar pada 2016. Nilai tersebut lebih rendah dibanding Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 511 miliar, Tiongkok US$ 451 miliar, Jepang US$ 165 miliar, Jerman US$ 118 miliar, Korea Selatan US$ 91 miliar, Taiwan US$ 33 miliar, Australia US$ 23 miliar, Malaysia US$ 10 miliar, dan Singapura US$ 10 miliar.