Dorong Pembiayaan Ekonomi, BI Siapkan Kebijakan Makroprudensial
Bank Indonesia (BI) menyatakan akan menerapkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Kebjakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan likuiditas sektor keuangan sehingga mendukung pembiayaan ekonomi ke sektor riil.
Meski begitu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bentuk kebijakannya masih dalam pengkajian. "Tunggu tanggal mainnya," kata dia dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur di kantornya, Jakarta, Kamis (21/2).
Menurut dia, kebijakan makroprudensial tersebut akan digunakan untuk mendorong kinerja sektor ekonomi prioritas, seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), ekspor, serta pariwisata. Selain itu, mendorong industri 4.0.
(Baca: Tahan Bunga Acuan 6%, BI Paparkan Strategi Dorong Pembiayaan Ekonomi)
Sementara itu, Deputi Gubernur Erwin Rijanto mengatakan kebijakan makroprudensial merupakan instrumen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. "Kalau overheating, parameter instrumen bisa ditetapkan dengan sedikit melonggarkan," kata dia.
Pelonggaran tersebut bertujuan untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Ia pun mencontohkan kebijakan makroprudensial seperti countercylical buffer dan penyangga likuiditas makroprudensial.
Adapun BI masih memepertahankan bunga acuan di level 6% pada Februari ini. BI telah menahan bunga acuan di level ini sejak November 2018 lalu, setelah mengerek total 175 basis poin sepanjang tahun lalu.
Meski bunga acuan naik tinggi, pertumbuhan kredit masih mampu tumbuh membaik. Pada 2018 lalu, kredit tumbuh 11,75% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 8,2%. Meskipun, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh kian lambat menjadi hanya 6,5%, dari tahun sebelumnya 9,5%.
(Baca: Dua Bank BUMN Punya Strategi Mengatasi Ketatnya Likuiditas)
Tahun ini, BI membidk pertumbuhan di rentang yang sama dengan tahun lalu yaitu 10-12%, sedangkan pertumbuhan DPK 8-10%.