Musim Pembagian Dividen Dimulai, Kurs Rupiah Telah Tertekan Sepekan
Nilai tukar rupiah mengalami tekanan selama sepekan terakhir. Bank Indonesia (BI) menyatakan pelemahan rupiah imbas meningkatnya kebutuhan dolar Amerika Serikat (AS) untuk pembayaran dividen perusahaan multinasional.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menyatakan pelemahan ini sesuai pola tahunan. "Mei-Juni itu musimnya bagi dividen multinasional company," kata dia di kantornya, Jakarta, Kamis (2/5).
Nilai tukar rupiah hari ini ditutup pada level 14.251 per dolar AS. Ini artinya, rupiah melemah 1,47% dalam sepekan. Meski begitu, bila dibandingkan dengan awal tahun (year to date), pergerakan nilai tukar rupiah masih positif, menguat 0,96%.
(Baca: Manulife: Dana Asing Bakal Makin Deras Masuk ke Pasar Keuangan )
Selain faktor dividen, Onny menyebut rupiah melemah imbas adanya risk off di pasar keuangan global. Hal ini imbas beberapa faktor di antaranya, data ekonomi di negara maju yang memperkuat kekhawatiran investor tentang perlambatan ekonomi global.
Kemudian, keberlanjutan pelemahan nilai tukar peso Argentina dan lira Turki terhadap dolar AS. Kondisi ini memicu risk off yang berujung pada pelemahan indeks saham global dan perburuan dolar AS. Indeks dolar AS, DXY index, sempat naik ke level 98 pada pekan lalu, tertinggi sejak Mei 2017.
Onny menjelaskan, BI akan terus menjaga nilai tukar rupiah. Salah satu langkahnya yaitu dengan masuk ke pasar valas berjangka dalam negeri atau Domestic Non Delivery Forward (DNDF). "Jadi nilai tukar rupiah yang saat ini melemah akan kembali menguat," ujarnya.
(Baca: Tahan Bunga Acuan 6%, BI Sebut Kondisi Ekonomi Terjaga)
Sebelumnya, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistiangsih mengatakan, kebutuhan dolar AS tengah meningkat untuk pembayaran dividen, royalti, utang serta impor bahan baku dan konsumsi menjelang Ramadan. "Puncak kebutuhan dolarnya pada Juni," ujarnya.