Pengamat Nilai Perang Dagang AS-India Tidak Berdampak Bagi Indonesia
Perang dagang, yang sebelumnya berpusat antara Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan Tiongkok, kini melebar hingga India.
Terkait hal ini, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, perang dagang antara AS dan India baru berdampak ke Indonesia bila berlangsung dalam jangka panjang.
"Jika perang dagang terjadi dalam jangka panjang, selama dua hingga lima tahun, dampaknya akan menjadi besar (bagi Indonesia) dibandingkan ke negara-negara Asia Tenggara lain," ujar Fithra kepada katadata.co.id, Senin (17/6).
Menurutnya, Indonesia bakal menanggung dampak negatif yang lebih besar karena, secara fundamental, komponen penopang perekonomian, industri dan tenaga kerja Indonesia tidak sesolid negara Asia lainnya.
Sedangkan, dalam jangka pendek perang dagang antara AS dan India tidak terlalu berdampak bagi Indonesia. Efek perang dagang AS-India bagi Indonesia dipandang Fithra tidak akan sebesar dampak perang dagang AS-Tiongkok.
Fithra menjelaskan, perdagangan antara Indonesia dengan India belum begitu besar, setidaknya tidak sebesar hubungan perdagangan dengan negara-negara Asia lain, seperti Malaysia, Vietnam atau Thailand.
Meski demikian, India memiliki perjanjian perdagangan dengan negara-negara Asia Tenggara, yaitu ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA).
Oleh karena itu, Fithra menilai pemerintah perlu melakukan langkah antisipatif dengan lebih aktif lagi menjalin hubungan dagang dengan negara-negara yang selama ini bukan mitra dagang tradisional Indonesia.
(Baca: Balas Trump, India Kerek Tarif 28 Produk Amerika Serikat)
Mitra dagang yang ia nilai potensial adalah negara-negara Afrika, Asia Tengah, dan Eropa Timur.
"Meski sekarang sudah ada langkah akomodatif untuk cari mitra dagang non-tradisional, pemerintah harus lebih konkret lagi," ujarnya.
Sekadar info, India menaikkan tarif untuk 28 produk yang berasal dari AS pada Minggu (16/6). Kenaikan tarif ini berlaku untuk produk-produk besi dan baja, apel, kacang almon, kenari, asam fosfat, dan buncis.
Dari kenaikan tarif itu, India memperkirakan akan mendapatkan penerimaan tambahan sekitar US$ 217 juta. Pemerintah India menyebut keputusan pengenaan tarif ini penting untuk kepentingan publik.
"Langkah ini merupakan balasan atas keputusan Presiden Donald Trump pada 1 Juni untuk mengakhiri konsesi perdagangan atas barang-barang yang dikirimkan India ke AS senilai US$ 5,7 miliar," seperti dikutip dari Bloomberg.
Ketegangan perdagangan terus meningkat setelah AS menarik status perdagangan preferensial India. India memegang hak perdagangan dibawah Sistem Preferensi Umum (GSP) yang mencakup barang dagang berupa perhiasan imitasi, produk kulit, farmasi, kimia dan plastik, dan beberapa barang pertanian.
Pencabutan status perdagangan preferensial India ini dilakukan beberapa hari sebelum kunjungan Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo ke India.
(Baca: Imbas Perang Dagang, Pemerintah Siapkan 12 Perjanjian Dagang Bilateral)