Setelah India, Fasilitas Dagang untuk Indonesia Berpotensi Dicabut AS
Pemerintah Amerika Serikat berpotensi mencabut fasilitas Generalized Systems of Preference (GSP) atau Sistem Preferensi Umum untuk Indonesia. Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani memperkirakan fasilitas GSP Indonesia akan dicabut karena belum memenuhi kriteria pasar.
"GSP Indonesia akan dicabut apabila selama proses review Indonesia tidak dapat membuktikan dapat memenuhi kriteria akses pasar," kata dia kepada katadata.co.id, Senin (17/6).
(Baca: Pengamat Nilai Perang Dagang AS-India Tidak Berdampak Bagi Indonesia)
Kriteria yang dimaksud ialah memberikan equitable market access bagi produk barang, jasa dan investasi asal AS. Selain itu, Indonesia juga perlu memberikan perlindungan Intellectual Property Rights (IPR) yang dimintakan AS kepada Indonesia. Namun, untuk memenuhi tuntutan dalam proses pengkajian tersebut, Shinta menilai terlalu banyak kebijakan di Indonesia yang perlu diubah.
Sebagai contoh, tuntutan terhadap perubahan aturan kuota impor produk hortikultura, kewajiban data lokalisasi, kebijakan tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), dan lainnya. "Padahal, per data perdagangan tahun 2018, hanya sekitar 10% total ekspor Indonesia ke AS (nilai ekspor berkisar US$ 2 miliar) yang memperoleh fasilitas GSP," ujarnya.
(Baca: Balas Trump, India Kerek Tarif 28 Produk Amerika Serikat)
Ia mengatakan, memang ada peningkatan penggunaan GSP setiap tahun. Tahun lalu, ada peningkatan penggunaan GSP oleh eksportir Indonesia ke AS sebesar 8-10% dibanding tahun sebelumnya.
Selain itu, ada juga potensi meningkatkan andil pasar Indonesia di pasar AS melalui GSP lantaran perang dagang AS-Tiongkok dan pemutusan GSP India-AS. Sebab, India dan Tiongkok merupakan kompetitor Indonesia untuk alat optik dan produk kayu.
Adapun pelaku usaha meninginkan adanya keseimbangan antara manfaat GSP dengan tuntutan review. Apabila fasilitas GSP dicabut, pengusaha memperhitungkan akan berdampak pada perlambatan sebagian ekspor ke AS.
"Sementara perubahan regulasi di Indonesia akan mempengaruhi hampir semua economic player nasional terkait," ujarnya.
(Baca: Darmin Sebut Tiga Poin Negosiasi Terkait Penghapusan Bea Masuk AS)
Adapun, AS baru saja menarik status perdagangan preferensial India yang selama ini menikmati fasilitas GSP. Barang dagang tersebut mencakup perhiasan imitasi, produk kulit, farmasi, kimia dan plastik, dan beberapa barang pertanian.
India pun merespons langkah AS dengan menaikkan tarif untuk 28 produk yang berasal dari Amerika Serikat (AS) pada Minggu (16/6). Kenaikan tarif berlaku untuk produk seperti besi dan baja, apel, kacang almon, kenari, asam fosfat, dan buncis.
Dari kenaikan tarif itu, India akan mendapatkan penerimaan tambahan sekitar US$ 217 juta. Pemerintah India menyebut keputusan pengenaan tarif ini penting untuk kepentingan publik.