Jembatan Batam-Bintan, Calon Jembatan Lintas Laut Terpanjang di RI
Pembangunan Jembatan Batam-Bintan (Babin) akan direalisasikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2020. Rencana untuk membangun jembatan terpanjang di Indonesia itu bermula dari janji yang disampaikan Jokowi dalam kampanyenya di Stadion Temenggung Abdul Jamal, Batam pada awal April lalu.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pun membenarkan rencana pembangunan jembatan sepanjang 7 kilometer (km) tersebut. Jembatan Batam-Bintan digadang-gadang akan menjadi jembatan terpanjang di Indonesia menggantikan jembatan Suramadu yang terbentang lebih dari 5 km.
“Pembangunan jembatan Babin, direncanakan mulai dibangun pada 2020 berdasarkan kelayakan teknis dan ekonomisnya," kata Basuki seperti dikutip dari laman eppid. pu.go.id, Kamis (11/7).
Ketika bertemu dengan Duta Besar Indonesia untuk Singapura, I Gede Ngurah Swajaya, Basuki mendapatkan informasi bahwa Singapura sedang membangun Terminal 5 Changi yang menjadi terminal intermoda, termasuk menghubungkan dengan transportasi ke Pulau Bintan. Oleh karena itu, pembangunan jembatan tersebut akan sangat mendukung arus wisatawan dari Singapura ke Bintan dan Batam.
Jembatan Batam-Bintan nantinya akan menghubungkan empat pulau, yakni Pulau Batam di Tanjung Talok, Pulau Ngenang, Pulau Tanjung Sauh, dan Pulau Bintan di Seri Kuala Lobam. Pembangunan jembatan ini masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan prediksi anggaran hingga Rp 3-4 triliun.
(Baca: Pemerintah Siapkan Skema Pembiayaan Homestay di 10 Bali Baru)
Jembatan Batam-Bintan Dorong Investasi dan Pariwisata
Pembangunan Jembatan Batam-Bintan menghadirkan opsi akses transportasi lain bagi sektor wisata dan perdagangan di wilayah tersebut. Selama ini untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut hanya tersedia layanan transportasi laut ataupun udara.
Untuk transportasi laut pun perjalanannya kebanyakan hanya mengakses pelabuhan tertentu, seperti dari Batam ke Pelabuhan Sri Bintan Pura di Tanjung Pinang yang berada di wilayah selatan Pulau Bintan. Sementara kawasan utara terdapat Pelabuhan Tanjung Ubun.
Seperti dilansir Batampos.co.id, di Kecamatan Seri Kuala Lobam sedang dibangun Pelabuhan Teluk Sasah, namun progres dari pembangunan pelabuhan ini melambat. Untuk perjalanan dari Batam ke Tanjung Pinang dapat ditempuh dengan kapal ferry yang berangkat setiap 30 menit sekali melalui Pelabuhan Teluk Punggur dengan harga tiket Rp 57.500 per orang.
Pulau Bintan memiliki Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang yang wilayahnya meliputi kawasan Pulau Bintan di sebelah timur. KEK Galang Batang juga menjadi check point yang terletak di Selat Malaka dan berhadapan langsung dengan Laut China Selatan.
Kawasan dengan luas 2.333,6 ha ini diresmikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution pada 8 Desember 2018. Pembangunan KEK Galang Batang diprediksi mampu menarik investasi hingga Rp 36,25 triliun untuk 6 tahun. Pengembangannya terdiri atas sentra industri pengolahan mineral hasil tambang (bauksit) dan produk turunannya, baik dari refinery maupun dari smelter.
Di KEK Galang Batang terdapat pengolahan alumunium, industri logistik, garmen, dan energi. KEK ini juga memiliki tiga Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang masing-masing berkapasitas 6x25 MW, 8x150 MW, dan 10x150 MW.
KEK merupakan kawasan strategis yang memiliki nilai ekonomi dan investasi tinggi. Penerapan KEK bertujuan untuk menarik investasi masuk ke Indonesia sehingga mempercepat laju pertumbuhan perekonomian nasional. KEK bukan hanya dipilih karena letaknya yang strategis untuk perdagangan dan industri. KEK juga bisa diterapkan untuk kawasan yang memiliki potensi pariwisata, seperti KEK Mandalika dan KEK Tanjung Lesung.
(Baca: Incar Turis Premium, Jokowi Perintahkan Pembenahan Labuan Bajo)
Melancarkan Arus Ekspor dari Batam ke Singapura dan Malaysia
Selain KEK di Pulau Bintan, Batam sudah lebih dulu berstatus sebagai kawasan perdagangan bebas (free trade zone) dan dikenal sebagai salah satu pusat perniagaan di Indonesia. Batam juga telah menjadi jalur perdagangan yang dilintasi 60 ribu kapal di Selat Philips, selat yang memisahkan Pulau Batam dan Singapura. Bahkan volume tersebut dua kali lipat dibandingkan lalu lintas kapal yang melintas di Terusan Suez.
Pesatnya perekonomian di Batam ditopang dengan lokasinya yang sangat strategis karena berhadapan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Batam juga telah dilengkapi fasilitas yang baik untuk membantu mobilitas untuk warga lokalnya maupun kebutuhan bisnis. Ada tiga pelabuhan internasional logistik, yakni Pelabuhan Sekupang, Pelabuhan Batu Ampar, dan Pelabuhan Kabil yang ikut mendukung konektivitas sektor ekspor dan impor dari Batam ke Singapura dan Malaysia ataupun sebaliknya.
Selain itu, terdapat pelabuhan penumpang yang bertaraf internasional, seperti Batam Center, Harbour Bay, Nongsa, Waterfront, dan Sekupang. Pelabuhan tersebut banyak dipakai sebagai lokasi bersandarnya kapal-kapal ferry yang membawa turis mancanegara masuk ke Batam. Selama Januari-Juli 2018, jumlah wisatawan mancanegara yang masuk lewat pelabuhan-pelabuhan tersebut mencapai 1,04 juta orang.
Gairah bisnis di Batam diprediksi akan terus melesat seiring rencana peresmian dua KEK di Batam. Keduanya adalah KEK Hang Nadim Logistics Airport yang akan menjadi pusat perdagangan e-commerce regional serta KEK Nongsa Digital Park yang dirancang untuk pengembangan ekonomi digital dan startup di Batam.
“Ini sekarang tinggal buat Peraturan Pemerintah. Sebelum itu, pemerintah merevisi sejumlah PP pendukung seperti PP 96/2015 dan lainnya,” ungkap Eddy Putra Irawadi, Kepala Badan Pengusaha (BP) Batam sebagaimana dikutip dari Batampos.co.id.
(Baca: Pemerintah Cari Cara Bebaskan Lahan untuk 4 Kawasan Wisata Prioritas)
Penulis : Abdul Azis Said (magang)