PKS Jadi Oposisi Jokowi dengan Gandeng Ormas
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memilih menjadi oposisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. PKS bakal menggandeng organisasi masyarakat seperti kelompok 212 sebagai penyeimbang pemerintah.
“PKS memutuskan sebagai penyeimbang pemerintah, kami akan menjadi corong aspirasi masyarakat di antaranya ormas,” kata politisi PKS, Ledia Hanifah kepada katadata.co.id.
Ledia mengatakan, PKS akan mengakomodir aspirasi masyarakat tidak membedakan suatu golongan masyarakat, baik ormas berlatar belakang agama atau bukan.
Sebelumnya, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyebut beberapa elemen masyarakat seperti Presidium Alumni (PA) 212 dan Front Pembela Islam (FPI) hingga GNPF Ulama akan digandeng sebagai oposisi Jokowi.
(Baca juga: Ini Daftar Lengkap Susunan Kabinet Jokowi - Ma'ruf 2019 - 2024)
PKS membuat program Hari Aspirasi Rakyat setiap hari Selasa pukul 13.00 hingga akhir jam kerja. Tujuannya untuk menampung sebanyak-banyaknya aspirasi dari masyarakat yang masuk.
"Meskipun di luar pemerintahan, PKS akan menjadi corong bagi masyarakat. Jadi jelas kami akan menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif," kata Ledia.
Kekuatan PKS Tak Cukup Sebagai Penyeimbang Pemerintah
Posisi PKS yang menjadi oposisi sendirian di parlemen dinilai tak bakal menyeimbangkan kelompok koalisi. Dosen ilmu politik Universitas Padjadjaran Yusa Djuyandi mengatakan kekuatan PKS di parlemen tak akan mampu menjalankan kerja checks and balances.
"Jumlah mereka di DPR dapat dikatakan kecil bila dibandingkan dengan partai-partai koalisi pemerintah," kata Yusa dihubungi di Jakarta, Selasa, dilansir dari Antara.
(Baca: Beda Dengan 2014, Jokowi Izinkan Menteri Rangkap Jabatan Ketum Parpol)
Yusa mengatakan keputusan Gerindra untuk menerima ajakan Presiden Jokowi untuk masuk dalam kabinet semakin menambah panjang deretan gerbong partai pendukung pemerintah.
Dengan kecilnya kekuatan PKS di parlemen, kata dia, praktis pemerintah tidak akan menemui banyak hambatan dalam menggolkan kebijakan-kebijakannya, bila hanya berhadapan dengan PKS, terlebih bila kebijakan itu tidak berorientasi pada kepentingan publik.
"Lalu kepada siapa kita harus berharap? Jawabannya sebenarnya juga ada pada media yang bisa berperan sebagai watchdog, kepada para NGO dan kelompok akademisi maupun mahasiswa," ujar dia.
Yusa menilai, kelompok tersebut dapat memainkan peran strategis tatkala DPR tidak bisa menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik karena didominasi partai koalisi pemerintah.
(Baca: Diangkat Jokowi, Jaksa Agung ST Burhanuddin Disebut Perwakilan PDIP)