Hasil Investigasi Kemendagri: Tidak Ada Desa Fiktif, Hanya Cacat Hukum
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membantah isu terkait desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata Irawan mengatakan desa tersebut tidak fiktif.
Hanya saja, tata kelola pemerintahannya tidak optimal karena cacat hukum. Hal itu diketahui berdasarkan investigasi tim Kemendagri.
“Hasil temuan yang kami dapat, ternyata desa tersebut ada, tetapi tidak berjalan tata kelola pemerintahannya secara optimal,” kata Nata melalui keterangan tertulis, Senin (18/11).
Nata mengatakan masalah cacat hukum terjadi karena penetapan 56 desa di Konawe melalui Perda Kabupaten Konawe Nomor 7 Tahun 2011 tidak melalui mekanisme dan tahapan di DPRD. Register Perda tersebut di Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe juga salah.
Seharusnya, register Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-Desa dalam Wilayah Kabupatan Konawe. Namun, register aturan tersebut malah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010.
Atas dasar itu, Nata menduga Perda tersebut bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara. Polda Sulawesi Tenggara pun menindaklanjuti perkara tersebut.
(Baca: Desa Fiktif Dapat Dana Desa, Sri Mulyani Akan Minta Pengembalian)
Saat ini, Polda Sulawesi Tenggara meminta keterangan dari para kepala desa dan perangkat desa lainnya. “Kalau dalam waktu 60 hari telah ditangani Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), seandainya ada cacat hukum dan administrasi maka sepenuhnya atas izin Mendagri, aparat penegak hukum dapat mengambil langkah,” kata Nata.
Lebih lanjut, Nata meminta agar Bupati Konawe dapat mengevaluasi Perda Nomor 7 Tahun 2011 setelah ada hasil investigasi dari Kemendagri. “Saya sudah minta izin Mendagri bahwa Perda tersebut harus dilakukan evaluasi,” ucapnya.
Adapun, dari 56 desa yang diinvestigasi Kemendagri, 34 desa dinilai memenuhi syarat. Sebanyak 18 desa dianggap masih perlu pembenahan dalam aspek administrasi, kelembagaan, serta kelayakan sarana dan prasarana.
Sedangkan empat desa, yakni Desa Arombu Utama, Kecamatan Latoma; Desa Lerehoma, Kecamatan Anggaberi; Desa Wiau, Kecamatan Routa; dan Desa Napooha, Kecamatan Latoma masih perlu pendalaman hukum lebih lanjut. Sebab, di empat desa tersebut terdapat inkonsistensi data jumlah penduduk dan luas wilayah.
(Baca: Heboh Desa 'Siluman' , Begini Mekanisme Penyaluran Dana Desa)
Awalnya, polemik desa fiktif penerima kucuran dana desa diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat dengan Komisi XI DPR pada Senin (4/11). Dia menerima informasi adanya desa yang tidak memiliki penduduk, namun memanfaatkan transfer uang rutin dari pemerintah.
Atas dasar itu, mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut akan memeriksa desa tak berpenghuni bersama Kemendagri. Dalam penyelidikannya, pemerintah akan mencari tahu prosedur penerimaan dana desa oleh wilayah tak berpenghuni dan menginvestigasi para pengurus desa.
“Kami akan lihat mekanisme pembentukan desa dan pengurusnya,” kata Sri Mulyani.
Hanya saja, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar justru menampik kabar desa tak berpenghuni tersebut. Menurut Halim, seluruh desa yang mendapat kucuran dana desa telah terdaftar.
“Sejauh ini belum ada (desa fiktif),” kata Halim di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (8/11).
Halim juga mengklaim seluruh desa yang ada telah membuat pertanggungjawaban atas pemakaian dana desa. Hal tersebut, lanjutnya, telah berdasarkan penelusuran dari Kemendes PDTT.
Lagipula menurut dia, dana desa tak akan dicairkan jika ada desa yang tidak membuat laporan pertanggungjawaban. “Dana desa setahun itu dievaluasi dua kali,” kata Halim.
(Baca: Gubernur Sultra Mengaku Tak Tahu Ada Desa 'Siluman' di Daerahnya)