OJK Belum Kantongi Skenario Utuh Penyelamatan Jiwasraya
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK masih menunggu skenario jangka menengah dan panjang penyelamatan Asuransi Jiwasraya. Saat ini, skenario tersebut masih dirumuskan manajemen dan Kementerian BUMN selaku pemegang saham.
"Kami minta manajemen Jiwasraya untuk membuat skenario bagaimana mengatasi cashflow, untuk membayar semua klaim-klaim nasabah ini," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat ditemui di Jakarta, Selasa (10/12).
Wimboh menjelaskan, skenario pertama penyelamatan Jiwasraya sudah dilakukan melalui pembentukan anak usaha, PT Jiwasraya Putra. Saat ini, anak usaha Jiwasraya tersebut sudah diberikan konsesi untuk melayani program asuransi di beberapa BUMN.
"Jiwasraya Putra ini akan menarik investor, karena bisnisnya kan sudah ada. Dari hasil itu nanti bisa untuk menambah cashflow Jiwasraya," jelas dia.
Sementara skenario jangka menengah panjang selanjutnya, menurut Wimboh, masih dirumuskan oleh Kementerian BUMN selaku pemegang saham.
"Ini masih dibicarakan oleh pemerintah selaku pemilik, khususnya Kementerian BUMN," kata dia.
(Baca: Bank KEB Hana Bantu Nasabah Cairkan Dana Asuransi Jiwasraya)
Jiwaraya sebelumnya gagal membayar klaim produk Saving Plan akibat kesulitan likuiditas. Produk ini disalurkan melalui saluran distribusi bancassurance dengan sejumlah bank mitra, antara lain BRI, BTN, PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank QNB Indonesia Tbk, PT Bank KEB Hana, PT Bank Victoria Tbk, dan PT Bank Standard Chartered Indonesia.
Berdasarkan dokumen RDP Jiwasraya yang diperoleh Katadata.co.id sebelumnya, Jiwasraya melakukan kesalahan dalam pembentukan harga produk tersebut dan lalai dalam berinvestasi. Lantaran imbal hasil tersebut berada di atas rata-rata pasar, Jiwasraya pun berupaya menggenjot hasil investasi tanpa memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Hal ini membuat hasil investasi perusahaan justru memburuk di tengah kondisi pasar yang tak pasti. Akibatnya, modal perusahaan minus hingga Rp 24 triliun per September 2019.
Perusahaan juga diperkirakan membutuhkan likuiditas Rp 32 triliun untuk mencapai ketentuan minimum OJK dan membayar seluruh klaim yang akan jatuh tempo hingga tahun depan.
Kondisi keuangan Jiwasraya lebih detail dapat dilihat dalam databoks di bawah ini.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyebut terdapat tiga strategi penyelamatan Jiwasraya. Salah satu yang juga disebut Erick adalah melalui pendirian anak usaha perusahaan, PT Jiwasraya Putra. Namun berdasarkan hitungan dalam dokumen RDP, pembentukan anak usaha ini hanya menghasilkan tambahan likuiditas dan permodalan sekitar Rp 5 triliun.
Masih tertuang dalam dokumen tersebut, strategi kedua yang ingin diterapkan adalah pembentukan induk usaha asuransi yang digadang-gadang untuk menerbitkan surat utang. Induk usaha ini kemudian dapat menyuntik likuiditas Jiwasraya mencapai Rp 7 triliun.
Kemudian strategi ketiga mencakup kerja sama bisnis reasuransi melalui produk financial reinsurence yang dipekrirakan menghasilkan likuiditas Rp 1 triliun.
(Baca: Erick Thohir Belum Diskusi dengan OJK soal Penyelamatan Jiwasraya)
Namun dengan tiga skema tersebut, tambahan likuiditas dan permodalan yang dapat dihasilkan hanya mencapai Rp 13 triliun. Jumlah ini masih dibawah kebutuhan dana Jiwasraya yang diperkirakan mencapai Rp 32 triliun.
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko sebelumnya sempat menyebut keterlibatan Lembaga Penjaminan Polis atau LPP dalam skema penyelamatan perusahaan. Hanya saja, ia tak memberikan detail skema tersebut.
Adapun LPP hingga kini belum terbentuk meski seharusnya sudah berdiri paling lambat Oktober 2017 sesuai amanat Undang-Undang Asuransi Tahun 2014.