Bukan Aparat Hukum, Alasan Tito Tak Usut Rekening Kasino Kepala Daerah
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan tak bisa menindak kepala daerah yang diduga mencuci uang lewat kasino. Pasalnya hal tersebut sudah menjadi wewenang aparat penegak hukum.
Karena itu Tito menyerahkan kasus cuci uang tersebut kepada Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nantinya aparat akan mengklarifikasi temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Saya juga mantan Kapolri, paham bahwa Mendagri itu bukan aparat penegak hukum,” kata Tito di kantornya, Jakarta, Jumat (20/12).
(Baca: Kasus Cuci Uang Kasino, Kepala Daerah Bakal Dibatasi Transaksi Tunai)
Tito mengatakan Kemendagri hanya bisa meminta gambaran umum terkait modus pencucian uang lewat kasino di luar negeri kepada PPATK. Sedangkan penegak hukum bisa masuk dalam proses penyelidikan untuk memperkuat perkara. Jika cuci uang terbukti, kasus tersebut akan dibawa ke tahap penyidikan.
“Kalau tidak benar, maka akan dihentikan penyelidikannya,” kata Tito.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu juga berencana membuat nota kesepahaman (MoU) penggunaan transaksi nontunai di lingkungan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Ini agar penarikan dana negara secara tunai oleh para pejabat dibatasi di angka tertentu.
Jika uang yang ditarik lebih besar dari batas yang telah ditentukan, maka pejabat harus bertransaksi secara nontunai. Dia berharap MoU tersebut dapt membuat semua aliran dana dari pemerintah menjadi lebih mudah terpantau.
“Sehingga semua aliran dananya bisa diketahui transfer dari pusat ini,” kata Tito.
(Baca: Jokowi Heran dengan Perilaku Kepala Daerah yang Cuci Uang di Kasino)
Kepala PPATK Kiagus Badaruddin mengatakan, pihaknya telah menyampaikan temuan terkait pencucian uang lewat kasino di luar negeri ini kepada aparat penegak hukum. Hanya saja, dia tak bisa mengungkapkan lebih lanjut proses yang saat ini dilakukan
Kiagus hanya berharap agar aparat bisa menindaklanjuti temuan PPATK terkait praktik cuci uang di kasino luar negeri oleh kepala daerah tersebut.
PPATK sebelumnya menemukan ada beberapa kepala daerah yang diduga mencuci uang di kasino di luar negeri. Mereka diduga menempatkan dana yang signifikan dalam bentuk valuta asing dengan nominal setara Rp 50 miliar.