Mendag Bidik Tiongkok jadi Tujuan Ekspor Produk UMKM
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto membidik Tiongkok sebagai pasar ekspor produk Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM). Alasannya, mayoritas penduduk Tiongkok berada dalam status ekonomi menengah sehingga pasar produk tersebut cukup terbuka.
"Menurut pernyataan Presiden Tiongkok dari 1,7 miliar penduduk yang 500 ribu lebih merupakan masyarakat kalangan menengah ke bawah. Artinya pasar UMKM di sana sangat terbuka," kata Agus di Bekasi Kamis (19/12).
Pemerintah mencatat, saat ini total UMKM di Indonesia mencapai 62 juta. Namun yang sudah mengekspor hanya berkisar 14%. Oleh karena itu, pihanya berupaya mendorong sektor UMKM agar bisa melebarkan usahanya ke luar negeri.
Salah satunya dengan memberikan fasilitas kemudahan ekspor. Tak hanya pengurusan dokumen berbasis online, tetapi juga membantu pengurusan dari sisi pembiayaan dan pembayaran.
(Baca: Mendag Agus Optimistis Kontribusi Ekspor UMKM Capai 18% Tahun Depan)
Sementara untuk pemasaran produk UMKM, pemerintah telah mentapkan PT Perdagangan Indonesia dan PT Sarinah sebagai fasilitator yang akan mengumpulkan semua produk UMKM.
Ketua Dewan Pengawas Koperasi NU Circle Nusantara, Lili Chodidjah Wahid menjelaskan kendala UMKM untuk naik kelas yaitu adanya keterbatasan dukungan perizinan, permodalan dan pelatihan. Padahal potensi ekspornya sangat besar.
Dia mencontohkan, ada salah satu UMKM yang bergerak di bidang makanan ringan mampu mengekspor produknya hingga 20 kontainer ke Tiongkok. "Kerupuk ternyata di Tiongkok sangat disukai dan ada salah satu UMKM yang mampu menekspor 20 kontainer per bulan," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah melepas ekspor perdana 608 produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) ke Ningbao, Tiongkok. Produk yang dikemas dalam 131 koli senilai US$ 38 ribu atau setara Rp 531 juta itu dikirim melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) e-commerce di PT UNIAIR Indotama.
Untuk diketahui, neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok terus mengalami defisit sejak 2008. Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap produk impor dari Negeri Tirai Bambu yang lebih kencang dari produk yang diekspor Indonesia ke Tiongkok, membuat defisit Indonesia dengan mitra dagang terbesarnya tersebut kian melebar.
Nilai impor Indonesia dari Tiongkok pada 2008 meningkat 78% menjadi US$ 15,29 miliar sedangkan ekspornya hanya tumbuh 20% menjadi US$ 11,64 miliar. Alhasil, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan US$ 3,61 miliar. Defisit tersebut semakin melebar hingga 2018.
(Baca: Indonesia Ekspor Perdana 608 Produk UMKM ke Tiongkok)
Pada tahun lalu, nilai impor Indonesia dari Tiongkok mencapai US$ 45,54 miliar, sementara nilai ekspor nasional ke Negeri Tirai Bambu hanya sebesar US$ 27,17 miliar. Artinya, Indonesia kembali defisit sebesar US$ 18,41 miliar atau setara Rp 257 triliun.
Kemudian periode Januari-Agustus 2019, nilai impor Indonesia dari Tiongkok sebesar US$ 28,68 miliar sementara ekspor nasional ke Negeri Tirai Bambu hanya US$ 17,24 miliar.
Dalam sembilan bulan pertama tahun ini Indonesia kembali defisit US$ 11,44 miliar dalam bermitra dagang dengan Tiongkok. Detail neraca dagang dengan Tiongkok digambarkan dalam grafik databoks berikut.